Anisa AE – Ia tidak peduli dengan apa yang orang bilang tentangnya. Telinganya sudah kebal dengan gunjingan dan cercaan menyakitkan yang sering mereka lontarkan. Padahal iahanyalah korban, sekadar wanita yang mempertahankan cinta. Tak bisa menerima kenyataan jika lelaki pujaan yang mendekam di hati sejak sekian lama adalah jodoh orang lain.
“Bukan. Lelaki itu jodohku. Wanita itu hanya meminjamnya.”
Ia memandang cermin, merasa tak sia-sia mengeluarkan banyak uang hanya demi menjadi cantik. Ia puas. Namun, ini belum berakhir. Ia harus bisa mendapatkan apa yang diinginkan, tak peduli meski dengan cara kotor. Yang penting, cinta itu bisa diraih. Lelaki itu bisa menjadi miliknya untuk selamanya.
Di sana, kisah ini akan berawal. Ia berharap, meski cara ini memalukan, tapi berakhir seperti dongeng yang setiap malam dibacakan sang ibu. Ia merasa seperti putri buruk rupa yang ada di dongeng itu. Maka, sudah sepantasnya jika pangeran berakhir bahagia dengannya.
Ia tersenyum, membayangkan bagaimana bibir nakalnya merangkai kata-kata untuk menghancurkan sebuah rumah tangga. Bayangan wajah lelaki itu memenuhi benak. Sangat tampan. Tidak ada yang tahu jika ia mengawasi lelaki itu dari sini setiap waktu. Tak peduli jika istri lelaki itu akan terluka karena ulahnya nanti. Toh, wanita itu tak peduli perasaannya. Wanita itu telah merebut lelakinya, Edwin.
Part 1
Andai orang tahu bagaimana masa lalunya. Sandra tersenyum simpul. Masa lalu memang menjadi hal yang paling dibenci. Namun, tak bisa dibuang begitu saja. Ada salah satu masa yang ingin dicapai. Masa lalu yang menjadi impian di masa depan.
“Bonjour, Mademoiselle!”
Suara tenor seorang lelaki mengagetkan Sandra. Jaques, lelaki yang menyimpan kekaguman pada gadis itu semenjak duduk di bangku kuliah. Seorang sahabat terbaik yang Sandra miliki di negara fashion ini.
“Berhenti panggil aku mademoiselle, Jaques. J’appelle Sandra. Alessandra Febrianne,” protes Sandra sambil membelalakkan mata. Jaques tertawa renyah. Tidak hanya sekali menggoda Sandra dengan panggilan mademoiselle. Padahal, apa anehnya sehingga Sandra tidak suka? Semua gadis Prancis juga dipanggil dengan sebutan itu.
“Pardonne moi, mon soleil. Oh, tu es tres belle aujurd hui. Sayangnya, kau akan meninggalkan Prancis dalam waktu dekat ini, kan?” Jaques melontarkan kekecewaan di tengah pujian pada Sandra.
“Aku harus pulang, Jaques. Sepuluh tahun aku di sini dan tidak pernah pulang. Bahkan sejak ibuku meninggal, aku tidak bisa melihat beliau untuk yang terakhir kali,” sesal Sandra.
“Aku tahu. Tapi setidaknya biar aku membongkar satu rahasia terbesarku padamu, Sandra,” ucap Jaques sambil meraih lembut tangan Sandra. “Je te tombe d’amour.”
“Kau bercanda!” Sandra segera menarik tangannya, lalu tertawa terbahak-bahak. “Kita adalah sahabat. Tidak mungkin kau jatuh cinta padaku.”
Jaques tersenyum tipis. Tangannya kini merogoh sesuatu di dalam saku celana. Sebuah kotak perhiasan mungil dikeluarkan, membuat jantung Sandra berdebar kencang. Perasaannya tak menentu. Ini adalah impian Sandra, kala seorang lelaki menyatakan cinta padanya di puncak menara Eiffel. Namun, seharusnya bukan Jaques. Harusnya dia, yang dulu membuang Sandra hanya karena tampilannya tak menarik. Dia, lelaki yang direbut oleh sahabat karib Sandra sendiri.
Namun, ini bukan sekadar pernyataan cinta. Jaques menampilkan sebuah cincin bertahtakan berlian di hadapan Sandra. Sebuah lamaran, ajakan untuk menikah. Sandra tahu itu, sebab memang beginilah cara lelaki Eropa melamar seorang gadis.
Jaques berlutut. “Will you marry me?”
Sandra membuang muka. Air mata luruh satu per satu, menggambarkan betapa sesak dadanya kini. Harusnya seorang wanita akan tersenyum lebar ketika dilamar seorang lelaki. Namun, yang Sandra rasakan hanya kesakitan. Luka yang dulu terobati oleh kesibukan, kini terbuka kembali. Ego dan nafsu liar menari kembali di kepala, menampilkan wajah dua orang yang membuatnya menutup kata cinta.
“Kau pasti bercanda, Jaques,” ucap Sandra dengan suara parau.
“Sandra, sepuluh tahun kamu mengenalku. Apa aku tampak sedang bercanda?”
Jaques benar. Sandra tahu betul jika kini Jaques tak sedang main-main. Namun, apa yang bisa diperbuat sekarang? Sandra masih belum bisa mengobati luka itu. Namun, ia juga tak ingin menyakiti hati Jaques. Selama di Prancis, Jaques selalu baik dan banyak membantu, bahkan ketika Sandra berada dalam titik nadir. Siapa yang menyangka jika lelaki itu menuntut sebuah pernikahan padanya?
Tidak semua tentang Sandra diketahui Jaques. Ada kepingan-kepingan rahasia yang masih bisa Sandra simpan. Namun, kini Sandra ingin memuntahkannya sekarang. Sekalipun terdengar menjijikkan, ia tak peduli. Kalaupun nanti Jaques berbalik membencinya, tidak masalah. Yang penting, Sandra bisa membagi rasa sakit. Setidaknya, ia tak ingin pulang ke Indonesia dengan membawa rasa sakit itu.
“Ada yang mau kuceritakan padamu, Jaques. Namun, ketika mendengarnya, mungkin pikiranmu tentang aku selama ini akan berubah. Apa kau bersedia mendengarnya?” tanya Sandra, memastikan.
Jaques terdiam, tampak sedang berpikir. Namun, ia bisa membaca kegelisahan melalui gerak tubuh gadis itu.
“Jika itu bisa membuatmu merasa lega, aku siap mendengarnya.”
Sandra tersenyum. Ia memejamkan mata, lalu menarik napas dalam-dalam. Udara segar mengisi rongga dada yang dari tadi sesak. Gejolak-gejolak dalam jiwa meletup, ingin segera dilampiaskan. Sandra dapat merasakannya. Namun, ia harus menyiapkan mental untuk menceritakan sebuah kisah paling menyakitkan dalam hidup.
Jangan lupa tinggalkan komentar, follow blog, dan G+, ya? Kalo info ini bermanfaat buat kamu. Nanti akan langsung saya follback buat yang komentar langsung. Bisa juga follow twitter @anis_sa_ae dan FP Anisa AE biar dapat update info tiap hari ^^v