Setiap orang selalu mikir bagaimana agar mendapat harga murah dengan kualitas terbaik untuk membeli barang apa pun. Ya, itu kan emang hukum ekonomi. Termasuk saya adalah salah satunya.
Namun, ada saatnya saya tidak menawar harga di saat membeli di pasar tradisional. Hitung-hitung untuk membantu para penjual di pasar yang memang membutuhkan uang. Apalagi jika yang menjual adalah orang tua, mau mawar itu rasanya gak tega.
Buat saya sih gak apa-apa bayar sedikit mahal. Toh masih lebih murah jika saya beli ke supermarket. ( Padahal jarang banget ke supermarket. Wkekwke )
Namun saya juga sering melihat ada orang yang menawar harga sampai kebangetan pada penjual yang sudah tua. Kangkung aja ditawar 1000 dapat 2 ikat, padahal harganya 800 rupiah. Satu ikat bisa jadi menu sekali makan sekeluarga. Beda dengan beli matang di restoran dengan harga 5000 per porsi. Dengan mudahnya bilang, “Gak apa-apa bayar mahal untuk seporsi kangkung. Wong cuma lima ribu.”
Bayangkan saja, jika saya pergi ke Indo****t atau sejenisnya, tanpa menawar harga pun langsung ambil barang dan membayar di kasir. Padahal kita sama-sama tahu jika harga di sana biasanya lebih mahal. Saya pernah lho liat jajan yang di toko biasanya seharga 500 rupiah, tapi si sana itu harganya 2.000. Ya maklumin aja, kan emang bayar tempatnya juga mahal. Gak apa-apa bayar mahal. Walaupun akhirnya saya tak jadi beli. Hihihi.
Tanpa sadar, kita menjadi maklum membayar mahal karena layanan tempat dan pelayanan yang diberikan karyawan kepada kita. Senang dong kalau dilayani dengan baik? Petugasnya ramah dan juga cakep-cakep. Apalagi tidak perlu panas-panaskan untuk membeli, bisa pilih-pilih barang dan langsung memasukkan ke keranjang belanja. Sangat jauh berbeda dengan di pasar tradisional.
Hal ini juga berlaku pada tukang parkir.
Saya bisa marah-marah jika ditarik 1500-2000 untuk sekali parkir. Padahal biasanya parkir hanya seribu. Kenapa saya marah? Alasannya simple, sepeda motor saya parkir sendiri, dikeluarkan dari tempat parkir juga sendiri, menyeberang sendiri. Orangnya pun sama sekali gak ramah, senyum aja enggak. Lha tugasnya petugas parkir apa??? Cuma prit, terus minta uang dan pergi.
Beda kalau petugasnya ramah, murah senyum, dan membantu saya untuk memasukkan maupun mengeluarkan motor, tak lupa juga menyeberangkan saya. Tanpa diminta pun, saya akan memberi 2.000. Kadang malah sama tukang parkirnya gak boleh bayar karena terlalu sering ngasih lebih. Buat saya, gak apa-apa bayar mahal untuk pelayanan terbaik.
Metode ini pula yang saya terapkan untuk AE Publishing, penerbitan yang tengah saya rintis. Alhamdulillah banyak pelanggan yang balik lagi, bahkan sampai memberi ongkir lebih dari yang semestinya. Walaupun banyak yang bilang kalau paket penerbitan di AE Publishing itu mahal.
Bagaimana tidak mahal? Di penerbit lain saja ada yang 250-500k untuk layanan lengkap, di AE malah 700k untuk layanan lengkap. Banyak sih penulis pemula yang pilih penerbit murah untuk menerbitkan buku mereka, tapi tak sedikit pula yang akhirnya curhat ke saya dengan pelayanan dan fasilitas yang diberikan oleh penerbit tersebut.
Padahal udah tau kalo AE Publishing itu mengutamakan pelayanan dan kepuasan konsumen, tapi dia masih tetap nerbitin di sana. Trus kalo ditipu, dibilang penerbit indie itu semua sama dan kapok pakai penerbit indie. Lho?? Padahal banyak kelebihan penerbit indie dibandingkan penerbit mayor yang wajib kamu tahu.
Sebenarnya banyak juga yang paket penerbitannya 1 juta ke atas, itu pun sesuai dengan pelayanan dan kualitas yang mereka berikan. Toh saya lihat, di sana juga tidak sepi penulis, malah banyak penulis-penulis yang saya kenal, menerbitkan buku di sana. Well, sebenarnya ini bukan masalah mahal atau murah, kan? Lebih tepat ke mana sasaran market yang dituju. Sayangnya banyak penulis yang belum tahu cara agar tidak tertipu penerbit abal-abal.
Saya sempat ikut kelas bisnis dan training, di sana dijelaskan bahwa bisnis itu bukan kerja bakti. No! Murah sih boleh, tapi apa sudah sesuai dengan keuntungan yang didapatkan? Balik lagi ke saya. Apa saya mau dihargai murah untuk editing, layout, desain, dll? Belum lagi banyak pula pemalsuan ISBN, padahal saya sudah menulis juga cara cek nomor ISBN asli atau palsu, sepertinya banyak yang belum membaca.
Bayangin aja, untuk editing saja harganya bisa sampai 5.000 per halaman. Kalau 100 halaman, 500 ribu dong untuk sekali editing. Nah, kalau yang 250 ribu udah dapat editing, desain cover, layout buku, ISBN, serta buku terbit, kira-kira berapa fee untuk tiap layanan yang diberikan??
Jujur saja, saya dengan 700 ribu saja masih megap-megap. Bagaimana membagi 700 ribu untuk beberapa fasilitas seperti editing naskah, 2 desain cover, layout buku, 2 gambar promosi, 1 vidio promosi, 2 buku terbit untuk penulis, 4 buku untuk pelayanan ISBN dan dokumentasi AE, ongkir buku. Belum lagi bayar karyawan, bayar listrik, pulsa, wifi, biaya packing, dan lainnya. Belum lagi jika buku gagal cetak atau hasilnya gak memuaskan, pasti mengganti buku ke penulis.
Wuih ternyata banyak juga ya. Itu yang paket penerbitan murah, gimana baginya, ya?
Namun, ternyata semua ada marketnya sendiri. Walau banyak yang bilang paket penerbitan di AE Publishing itu mahal, tidak sedikit yang bilang murah karena fasilitas yang kami berikan. Apalagi untuk dosen, guru, dan kalangan menengah ke atas. Bahkan paket istimewa dan paket pro launching malah banyak peminatnya daripada yang paket super 700 ribu.
Akhirnya saya memantapkan diri untuk makin fokus di penerbitan. Mungkin inilah alasan kenapa saya mulai jarang nulis di blog. Nah kalau kamu, masih mikir untuk bayar mahal atau gak apa-apa bayar mahal?
angan lupa tinggalkan komentar, follow blog, dan G+, ya? Kalo info ini bermanfaat buat kamu. Nanti akan langsung saya follback buat yang komentar langsung. Bisa juga follow twitter @anis_sa_ae dan FP Anisa AE biar dapat update info tiap hari ^^v
16 Comments. Leave new
bermanfaat sekali 🙂
Alhamdulillah, terima kasih. 😀
Setuju mba.. karena kalau kata orang Jawa itu rego nggowo rupa, artinya ada harga ada kualitas.. yang penting bisa berkualitas dan nyaman di hati,mahal dikit gapapa asalkan awet juga, kayak tas misalnya..
Betul sekali, Mbak. 😀
Setuju mbaak. Harga tinggi tapi kualitas terbaik. Daripada harga murah tapi asal-asalan
Betul, Mbak. Pokoknya lualitas yang utama deh. 😀
Semangat Mbak, aku salut bgt sama perjuangan Mbak yang ditulis di blog, insya Alloh man jadda wajada. 😀
Aamiin …. Terima kasih, Mbak. 😀
saya setuju mbak untuk beberapa hal kita memang harus bayar mahal karena sesuai dengan kualitas, orang yang maunya beli dengan harga murah melulu mungkin gak pernah punya barang berkualitas baik. karena mahal murah suatu brg memang menentukan kualitas barang itu juga.
sukses untuk AE Publishing yah mbak.
Aamiin … 😀 Terima kasih.
Biasanya ada kualitas ada harga
Betul sekali. 😀
serem juga ya sekarang penerbit pun banyak yang abal-abal
Iya. 🙁 Kan miris
Ada harga ada rupa
Karena yang murah-enak-akeh-hanya kerupuk..wkwkwkwk
Sukses terus mbak
Hihihihi betul. 😀 Makasih ya?