Brama menyunggingkan senyum tipis saat melihat Sasha menenggalamkan tubuhnya. Bukannya tak tahu, tapi memang mereka tidak boleh saling sapa, bukan? Sasha pun berkata tidak akan cemburu jika banyak wanita yang mendekatinya. Namun, gadis itu seolah tahu jika kemarin Brama tak menyukai sikap dua wanita di food court, makanya dia sok jadi pahlawan.
“Bagaimana, Mas? Apa ada waktu untuk nanti sepulang sekolah?” Sofia memandang dengan mata yang mengundang dan bibir yang basah.
“Hm, saya belum tau ada acara atau tidak,” jawab Brama akhirnya sambil tetap tersenyum.
“Diusahain dong, Mas. Suer deh gak bakal nyesel. Masih segel lho.” Sofia mengedipkan sebelah matanya.
Segel? Brama mengerti arah pembicaraan itu. Lelaki itu bisa mendapatkan yang segel jika dia mau. Namun, dia tak menginginkannya. Mamanya selalu mewanti-wanti agar tidak melakukan hal itu di luar nikah. Toh dirinya sudah dewasa, tahu apa yang baik dan buruk untuk hidupnya.
“Kalau tidak ada hal penting yang mau dibicarakan, saya permisi dulu, ya?” Akhirnya Brama mengakhiri pembicaraan mereka, tak mau berlama-lama di kolam renang yang bisa menggoda imannya.
Brama berbalik, melangkah meninggalkan kolam renang. Sungguh perbuatan yang sia-sia jika meladeni apa pun yang diminta oleh Sofia. Brama masih mengingat perempuan itu, wanita lain belum bisa menggoyahkan hatinya.
Sofia menghela napas panjang, kecewa dengan penolakan yang baru saja diterimanya. Percuma dia membuat skenario seperti ini jika nyatanya, lelaki itu sama sekali tak meliriknya. Namun, dia membulatkan tekad. Pasti bisa merebut hati lelaki pujaan. Bukankah suka karena terbiasa?
“Bu Sofiaaa! Sasha tenggelam!”
“Tolongin Sasha, Bu!”
“Toloong! Toloong!”
Teriakan demi teriakan masuk ke pendengaran Brama. Walau tak memanggil dirinya, tapi saat mendengar nama Sasha disebut, sudah membuat kepalanya refleks menoleh. Dilihatnya para murid berkumpul di pinggir kolam renang, Sofia pun berlari menuju kolam.
Tanpa menunggu lama, Brama ikut berlari ke arah kolam renang, langsung dilepasnya sepatu. Tak dilihatnya sang istri. Tanpa melepas baju, dia langsung menceburkan diri ke dalam kolam. Di dasar kolam, matanya melihat tubuh Sasha. Dengan cepat, dia berenang ke arah Sasha, membawa tubuh istrinya ke permukaan.
Beberapa murid laki-laki langsung ikut membantu Brama untuk menaikkan tubuh Sasha ke pinggir kolam. Sasha masih belum sadarkan diri. Ini bukan kali pertama Brama menolong orang yang tenggelam, dia cukup tahu bagaimana melakukan pertolongan pertama agar korban sadar.
Brama mendekatkan telinga di bibir Sasha, berharap gadis itu bernapas. Sayangnya tidak ada udara yang dirasakannya. Dia pun memeriksa denyut nadi, nihil. Tidak ada tanda-tanda kehidupan.
Diangkatnya leher Sasha perlahan, ditutupnya hidung Sasha, lalu diberi napas bantuan dua kali. Ditekan-tekannya dada Sasha sedalam 5 cm sampai 30x dengan tangan menumpuk di tangan satunya, lalu diberinya napas buatan lagi. Tak lama, Sasha batuk dan mengeluarkan air dari dalam mulutnya, akhirnya gadis itu sadar dan bisa bernapas lagi.
“Sasha, akhirnya kamu sadar juga.”
“Ya Tuhan, kamu bikin semua orang khawatir.”
“Sha, jangan bikin jantungan dong! Kami takut banget lho.”
Sasha membuka matanya perlahan saat suara-suara itu mampir di telinga. Wajah khawatir Brama adalah yang pertama kali dilihatnya. Tubuhnya masih lemas, tidak ada tenaga sama sekali untuk menggerakkan tiap sendinya.
“Anak laki-laki, bawa Sasha ke ruang UKS,” ucap Sofia pada murid-muridnya.
“Gak usah, saya angkat sendiri saja. Kalian lanjutkan pelajarannya.” Brama langsung menahan.
Sofia mengangguk, tanpa membantah, dia langsung mengintruksikan agar murid-murid lain melanjutkan berenang. Memang saat ini ada dua jam pelajaran kosong untuk Brama sebelum ke pelajaran selanjutnya. Tak ada alasan baginya untuk menahan Brama lebih lama.
Masih dengan jantung yang berdetak lebih cepat dari biasanya, Brama langsung mengangkat tubuh kecil Sasha, tidak terlalu berat karena lelaki itu sudah biasa latihan angkat beban. Dia berjalan cepat menuju ruang UKS yang berada dekat dengan ruang guru.
“Sha, kamu gak apa-apa, kan?” tanya Brama pelan.
Sasha tak menjawab, hanya pandangan matanya yang menunjukkan bahwa dia tidak sedang baik-baik saja.
“Itu Sasha kenapa?” tanya penjaga UKS saat melihat Brama masuk dengan menggendong Sasha.
(adsbygoogle = window.adsbygoogle || []).push({});
“Tenggelam di kolam,” jawab Brama sambil meletakkan istrinya di tempat tidur.
“Udah tau gak bisa berenang, kok gak ati-ati sih, Sha?” Penjaga UKS mengangsurkan segelas teh hangat pada Brama yang langsung diteguk oleh lelaki itu sampai habis.
“Nitip Sasha, ya? Saya mau ganti baju dulu.” Brama meninggalkan penjaga UKS menuju ke tempat parkir mobil untuk mengambil baju.
Penjaga UKS memperhatikan Sasha dari atas sampai bawah, lalu membantu Sasha untuk duduk, selanjutnya memberikan segelas teh hangat. Teh panas memang disediakan beberapa gelas tiap pagi untuk jaga-jaga jika ada yang sakit. Saat siang, tehnya telah menjadi hangat. Jika sudah dingin, akan dibuatkan yang baru. Biasanya langsung habis sebelum dingin.
“Untung aja ada Pak Brama. Kalo gak ada beliau, kamu gimana coba? Lain kali hati-hati, ya?” Petugas UKS memberikan sebuah handuk untuk menyelimuti tubuh Sasha yang basah.
Sasha mengangguk pelan. Iya, untung saja ada suaminya. Untung? Bukankah karena suaminya ada di sana, makanya dia tak bisa konsentrasi dalam berenang? Bukan malah untung, tapi gara-gara lelaki itu. Sudah seharusnya kan kalau dia yang menolong Sasha?
Sasha memejamkan mata saat petugas UKS pergi. Tubuhnya masih basah. Apa petugas itu akan mengambilkan seragamnya di loker? Berapa lama dia akan menunggu? Dingin ….
Setelah berganti baju, Brama segera menelepon sopirnya untuk datang ke sekolah. Dia pun ke kelas Sasha dengan membawa jaket, mengambil tas yang berisi buku. Dia menggelengkan kepala pelan saat menuju kembali ke UKS lagi, tak percaya bahwa Sasha sudah bisa membuatnya memacu jantung lebih cepat.
Di UKS, dilihatnya Sasha duduk sambil memejamkan mata dengan tubuh menggigil kedinginan, sendirian. Hanya berselimut handuk, tidak menggunakan selimut yang ada di UKS.
“Ya Tuhan, Sha. Kok kamu dibiarin kedinginan gini sih?”
Brama langsung menuju ke arah istrinya. Diambilnya selimut yang menumpuk di pojok ruangan, lalu diselimutkannya ke tubuh Sasha. Tak dipedulikannya selimut yang nantinya akan basah. Masa bodoh jika dimarahi oleh petugas, dia bisa bawa selimut-selimut itu ke laundry.
“Masih dingin,” ucap Sasha lemah setelah beberapa saat.
“Kita ke rumah sakit. Oke?” ucap Brama setelah mendapat SMS bahwa sopir sudah di tempat parkir.
Tanpa menunggu persetujuan, Brama langsung mengangkat tubuh Sasha keluar UKS, menuju tempat parkir. Selimut masih menyelimuti tubuh Sasha. Dia tak mungkin membawa gadis itu begitu saja dengan pakaian minim dan kedinginan.
Sopir langsung membukakan pintu penumpang di belakang saat melihat Brama mendatanginya. Brama langsung memasukkan Sasha ke dalam, lalu masuk ke mobil, duduk di sebelah Sasha.
“Ke rumah sakit sekarang, ya?”
“Siap, Tuan.” Tanpa menunggu lama, sang sopir sudah menjalankan mobil.
“Masih dingin, Sha?” tanya Brama khawatir.
Sasha mengangguk pelan.
Brama langsung melepas kausnya, lalu melepas selimut yang menyelimuti tubuh Sasha. Dipeluknya Sasha hingga kulit mereka bersentuhan dan panas tubuh Brama berpindah ke tubuh Sasha. Bisa saja Brama melepas baju yang dikenakan Sasha, tapi bukankah ada sopir di depan yang bisa melihat kapan saja?
“Lepas saja bajunya, Tuan. Saya tidak akan melihat kok. AC-nya sudah saya matikan sejak tadi,” ucap sopir yang umurnya lebih tua dari papanya sambil memutar spion di dalam mobil agar tidak mengarah ke arah majikannya.
Tanpa menunggu lama, Brama melepas kaus dan bra Sasha, lalu dipeluknya lagi. Diambilnya selimut untuk menutupi tubuh mereka. Dirasakannya tubuh Sasha yang dingin dan menggigil mulai berangsur menghangat, dikecupnya puncak kepala Sasha pelan.
“Sha, bertahan, ya? Bentar lagi kita akan sampai rumah sakit. Kamu gak usah mikir macem-macem, aku akan tetap di sampingmu dan gak bakal lari kok,” bisik Brama pelan.
Ah, akhirnya selesai juga part 18. Part selanjutnya akan diposting setelah dapat 50 komentar, ya? Hitungannya satu orang untuk satu komentar.
Jangan lupa share cerita ini di pojok kanan atas, biar banyak yang ikutan komen juga. Kalau ada yang salah, bisa komen juga biar saya benahi.
Makasih buat semua pembaca setia. 殺殺