Berbagi dan menginspirasi
“Yah, keluar sana gih!”
Aku mendengus kesal ketika istriku mulai menyuruh keluar rumah. Memang aku ini apa? Selalu itu yang dia katakan ketika aku mulai menyalakan korek api, apalagi jika sebatang rokok telah bertengger di bibirku. Dia selalu takut anak-anak menghirup asap rokok yang kunyalakan. Bah! Sudah bertahun-tahun juga tak terjadi apa-apa padaku. Merokok membunuhku? Omong kosong dari mana itu? Aku saja masih hidup sampai saat ini.
Kusedot asap rokok pelan, sungguh nikmat yang tidak tergantikan. Apalagi jika tugas kantor menumpuk, rokok adalah teman sejati. Saat bertengkar dengan istri pun, rokok tak pernah jauh dariku. Aku lebih lama mengenal rokok daripada dia, bahkan rokok lebih sering mengerti aku daripada istri sendiri.
***
“Ayah, lihat Bunda!”
Kulihat matanya sembab, ada duka di sana. Aku diam sambil mengedipkan mata pelan, sungguh tak pernah disangka jika harus mengalami hal ini. Tidur telentang di rumah sakit dengan berbagai selang yang menempel pada tubuhku. Menelan makanan tak mampu, ah, jangankan menelan, bernapas pun harus melalui selang dan tabung oksigen.
“Lihatlah! Kamu tak pernah menuruti apa pun perkataanku, bahkan kamu akan meninggalkanku jika tak membiarkanmu menikmati tiap isapannya,” suaranya bergetar.
Aku hanya mampu memandangnya dari kelopak mata yang sedikit terbuka. Ah, maafkan aku karena terlalu menuruti nafsu sendiri, tak pernah memperhatikan segala kasih sayang yang telah kau berikan padaku. Padahal cintamu padaku melebihi asap rokok yang selalu kuembuskan.
Tiba-tiba seorang dokter datang sambil membawa dua amplop besar. Tak kutahu artinya, selain perbuatan istriku selanjutnya yang menangis sambil menjambak-jambak rambutnya. Dokter pun pergi meninggalkan kami berdua setelah memberi obat penenang pada istriku dan membaringkannya di tempat tidur sebelahku.
“Puaskah kau? Lihatlah! Lihat! Aku pun akan mati perlahan, sama sepertimu! Tidak hanya aku, tapi juga anakmu!” katanya tajam sambil memperlihatkan dua hasil rontgen dada mereka tepat di depan kedua mataku.
Terlihat gambar paru-paru dua belahan jiwaku yang seperti berlobang. Aku tahu apa itu, foto rontgen yang sama seperti milikku, mereka pun terkena kanker paru-paru. Mulut dan tenggorokan yang bermasalah membuatku tak dapat mengatakan apa-apa, selain mengalirkan anak sungai di kedua pipi.
Aku tak akan merasa berdosa jika hanya diriku yang menjadi zombie seperti ini. Namun, dua nyawa di hidupku juga mengalami hal yang sama, entah kapan, mungkin setelah aku mati. Bagaimana dengan orang-orang di sekitarku yang setiap hari terpapar asap rokok? Apa mereka nanti akan sama seperti istri dan anakku? Atau ada yang telah mati karena asap rokokku?
“Kau pembunuh!” suara istriku mulai terdengar serak.
Andai kutahu dari awal tentang hal ini, tak akan kubiarkan asap rokok menjadikan kalian zombie sepertiku. Aku memang zombie yang membunuh orang-orang di sekitarku, keluarga dan teman-temanku. Aku pembunuh! Ah …. Seandainya waktu dapat diputar kembali, akan kubuang puntung rokok di depan mereka semua dan mulai mengkampanyekan anti rokok. Sayangnya tak ada mesin waktu yang bisa mengubah semuanya.
FF ini diikutkan dalam event yang diadakan oleh +Zombi Zombigaret
Jangan lupa follow blogku dan tinggalkan G+, ya? Kalo info ini bermanfaat buat kamu. Bisa juga follow twitter @anis_sa_ae biar dapat update info tiap hari ^^v