(adsbygoogle = window.adsbygoogle || []).push({});
Anisa AE – Entah kenapa aku ingin menulis ini. Rasanya seperti ada yang kosong. Bahkan beberapa orang dekat tak tahu mana yang asli dan palsu. Ah, bingung ‘kan?
Izinkan air mataku menetes sejenak sebelum bercerita.
Aku tak mengenal siapa diriku. Entah sejak kapan itu terjadi. Mungkin dimulai saat berumur 10 tahun, ketika semuanya terasa kosong. Seluruh hak atas hidupku diatur oleh Abah. Apa yang tak seharusnya kudapatkan, itu yang kuterima. Bahkan, aku mulai tak mengenal bagaimana keluargaku. Tak perlu kujelaskan seperti apa tahun ini, ini adalah neraka. Aib yang selamanya kubawa sampai ajal menjelma.
Masa-masa di SMP adalah ketika aku ingin kembali pada diri sendiri. Namun saat itu terombang-ambing. Tak mengerti apa yang harus kulakukan. Hanya ilmu agama agar dekat dengan-Nya yang kudapat dari Abah dan Ibu. Tanpa ada ilmu sosialiasi dari mereka. Entah, aku tak tahu apa yang mereka inginkan untuk kehidupanku nanti.
Aku benar-benar menjadi pribadi yang tak tahu harus bagaimana. Pelajaran yang diberikan Abah sama sekali berbeda dengan anggapanku yang selalu ingin berontak. Seperti ‘Perempuan Berkalung Sorban’.
Ya, aku tak bisa karena aku adalah anak kyai. Label itu seolah menjadi momok dalam hidupku. Aku harus menjadi pribadi yang baik untuk menjaga nama baik Abah. Satu saja kesalahan, maka akan sangat fatal. Namun, kesalahan demi kesalahan selalu kulakukan.
Menginjak SMA adalah masa yang paling parah. Ketika label pencuri melekat padaku. Mati menjadi harga mati. Bahkan pamanku pun yang seorang kyai hampir membunuhku karena malu. Padahal itu semua hanya fitnah. Fitnah yang kudapatkan di penjara suci.
(adsbygoogle = window.adsbygoogle || []).push({});
Tahu rasanya ketika tubuh terangkat karena maut akan tiba? Ah ….
Tahun berjalan. Lelaki dalam hidup datang silih berganti. Seandainya saja kudapatkan arti cinta dari keluarga, seandainya surga memang berada di rumah, pasti tak kucari ketentraman di luar sana.
Namun, saat aku terpuruk, keluarga yang selalu ada. Mereka menerimaku apa adanya. Merangkul dan menemani kala duka. Tapi hanya saat itu saja. Dengan berlalunya waktu, pelukan itu tak ada lagi. Lantas, harus kucari ke mana?
Hidupku dalam kepalsuan sampai saat ini. Tak bisa marah ketika disakiti, tak bisa berkata untuk mengungkapkan isi hati. Bisaku hanya meluapkan marah ketika tak ada manusia, atau hanya jika ada aku dan Asma.
Tak kudapatkan ketentraman dari sang penjaga jiwa. Bahkan berkali-kali sakit meraja, tak bisa berkata jika terluka. Lantas, apa yang dapat kupertahankan dari sebuah ikatan keluarga? Mungkin benar, pondasi kurang kuat. Tapi, jika dia tahu aku adalah palsu, tetapkah dia menjaga hatiku?
Aku selalu ingin membuat orang bahagia, menjaga hati mereka agar tidak terluka karena perbuatan atau ucapanku. Tapi, tetap saja tak bisa. Manusia satu dengan lainnya berbeda. Seperti sebuah cerita tentang seorang bapak dan anak yang mau pergi ke pasar untuk menjual keledainya. Ada saja yang menganggapku salah.
Terkadang ingin mati saja. Menyelesaikan semua sandiwara. Atau kubunuh Asma agar tidak mengalami kerasnya dunia. Lelah rasanya. Tapi, mampukah?
Atau ….
Pergi ke psikiater, mencari tempat baru, memulai semuanya dari awal. Lupakan masa lalu, tinggalkan segala kemunafikan di tempat ini. Karena aku bukan badut yang harus membuat semua manusia bertepuk tangan dengan senang. Aku adalah manusia biasa dengan segala kekurangan dan kelebihan. Pun kesalahan.
Tapi, kapan?
(adsbygoogle = window.adsbygoogle || []).push({});
9 Comments. Leave new
kisah nyata or novel ini mbak?
Em, apa, ya? Heheh
Berubah menjadi sekarang ini juga butuh proses yang tak mudah 🙂
Iya, sangat tidak mudah. 🙂
Ceritanya mewakili perasaan ane :v
Iya ta? Wah, berarti kita sama palsunya? 😀
semangatt :* yang pasti tetaplah jadi diri sendiri
"Aku harus menjadi pribadi yang baik untuk menjaga nama baik" I feel this stuff, and sometimes I just wanna be free like others, hmm saya juga masih bingung siapa saya…..
Menjadi diri sendiri dan terus berusaha memperbaiki diri, kita tdk bisa menyenangkan semua orang, kadang kita jg butuh menyenangkan diri sendiri