(adsbygoogle = window.adsbygoogle || []).push({});
Penulis sama halnya dengan reporter, polisi, guru, petani, nelayan, dan profesi yang lainnya. Lantas? Kenapa harus menjadi menantu idaman? Andai penulis memang benar menantu idaman, lantas bagaimana dengan profesi lain? Apa mereka bukan menantu idaman? Nah lho? Ini seperti pilih kasih. Kasihan yang lainnya dong ….
Lantas, seperti apa kriteria menantu idaman saya? Hahaha, padahal Asma baru 4 tahun, tapi saya sudah kepikiran soal menantu. Profesi apa saja itu adalah calon menantu yang baik, asal bukan pengangguran. Eits, tidak termasuk profesi dengan tanda kutip lho. Setuju?
Karena Asma adalah anak peremuan, pastinya saya cari menantu laki-laki. Sekali lagi saya tekankan, bukan penulis. Nanti bisa saingan dengan saya. Hahaha.
Pertama, dia adalah imam yang baik. Mampu menjaga Asma di dunia dan akhirat. Well, ini adalah syarat mutlak calon menantu idaman saya. Tak hanya menjaga Asma, tapi juga menjaga dan baik pada kedua orang tuanya. Jika pada kedua orang tuanya saja sudah baik, apalagi kepada saya dan suami nantinya.
Yang pasti dan terpenting, harus ada cinta di antara mereka. Semua akan terasa hambar jika tak ada cinta. Sebuah keluarga juga harus dilandasi saling percaya, membantu, dan membutuhkan. Karena seseorang tidak akan bisa terbang hanya dengan satu sayap. Ceilah ….
Pastinya juga harus bekerja dengan mapan. Sebagai orang tua, saya tak ingin Asma kelaparan atau tidak terpenuhi sandang papannya. Ya jelaslah, orang tua mana pun pasti menginginkan hal itu.
Jika anak yang di dalam kandungan saya lahir dan laki-laki. Saya pun ingin menantu yang baik. Agamanya baik, patuh pada suami, mampu menjadi ibu yang baik untuk cucu-cucu saya kelak. Pastinya juga bisa menemani saya dan suami sampai hari tua. Karena biasanya kan orang tua ikut anak ragil.
Masalah bekerja atau tidak, gak masalah. Karena ibu rumah tangga adalah pekerjaan yang patut diacungi jempol, walau banyak yang memandang sebelah mata. Bayangkan saja, dari bangun tidur, dia melakukan banyak aktifitas. Mulai dari masak, cucu baju, setrika, bersih-bersih rumah, menyiapkan sekolah anak, sampai pada tetek bengek lainnya. Belum lagi kalau anak sakit, rewel, dan berantem sama teman.
Yang saya inginkan, menantu perempuan ini nantinya bisa membimbing anak-anaknya menjadi pribadi yang baik, sholeh, dan sholehah. Tidak meninggalkan saya dan suami sendirian ketika tua. Pastinya guru yang baik adalah ibu, bukan yang lain.
Semoga catatan kecil ini dibaca oleh anak saya kelak, aamiin. 🙂
(adsbygoogle = window.adsbygoogle || []).push({});
12 Comments. Leave new
Untung saya bukan penulis, Eh.
Ampun dah nih judul…
Nendang bangets
Untung mama mertua ga baca, kalau baca bisa dpt sekutu nih
Hahahaaa
Hahaha. Mama mertua pasti klop.
Mbak Anisa, mommy masa depan…
Anakanya masih 4 tahun uda mikirin punya menantu kyk apa
xixixixix 😀
Hahaha, semua harus dipertimbangkan sejak dini.
Suka artikelnya.
Jadi ingat waktu hati-hati minta ijin untuk tetap menulis, pada calon imam.
Alhamdulillah mendukung dengan syarat kewajiban beribadah dan rumah tangga terpenuhi.
Hehehe, menulis cuma sambilan ternyata.
Setujuuuuu
Hahaha
Jadi intinya Bak Anisa takut tersaingi.. hahah
Hahahah. Ojo banter-banter
jadi kepikiran aku bakalan diterima gak ya sama calon mertua kalau ternyata suka menulis :p
Hahaha, tergantung sih …