Anisa AE – Flashback …. Mungkin sudah ribuan kali Sandra pulang dengan derai air mata. Terkadang terpaksa pulang dalam keadaan seragam putih abu-abu yang kotor karena ulah teman-teman jail. Kehidupan seakan kelabu karena wajahnya tidak cantik. Lubang bekas jerawat menghiasi setiap senti kulit dan terkadang ditumbuhi jerawat baru. Sungguh menjijikkan!
Alessandra si muka kotor.
Alessandra si upik abu berkacamata tebal.
Alessandra si putri lidi yang tidak mempunyai bakat.
Itu kata mereka, yang sebagian besar gadis seperti Sandra. Beruntung, mereka dikaruniai wajah cantik, terawat, dan uang saku yang banyak. Sedangkan Sandra? Hidup berubah seratus delapan puluh derajat setelah papanya memilih untuk jatuh di pangkuan sekretaris cantiknya, meninggalkan Sandra dan sang mama yang hanya bisa terpekur menyedihkan. Sepeninggal sang papa, Mama menyambung hidup dengan bekerja sebagai penjahit di sebuah butik besar milik rekannya dulu.
Alessandra Febrianne. Nama yang cantik, sayangnya tidak semanis kisah hidup yang dialami. Tidak ada yang bisa dibanggakan, selain kemampuan menggambar dan mendesain baju-baju yang ingin dimiliki. Itu pun tidak dilirik teman dan guru-guru. Bagi mereka, Sandra tetap makhluk asing yang pantas dienyahkan, tak enak untuk dipandang.
Sandra berjalan menelusuri trotoar, mengabaikan banyak pasang mata yang memandang penampilannya yang acak-acakan. Seragam dipenuhi lumpur yang mereka ambil dari kolam sekolah. Kata mereka untuk memperingati hari ulang tahun Sandra. Namun, Sandra tahu itu hanya alasan. Tampak dari tatapan dan sunggingan senyum sinis yang mereka hunjam tepat di jantung.
“Sandra, tunggu!”
Sandra menoleh. Rimanda, gadis dengan jaket pink berhias gambar Hello Kitty, berlari kecil ke arahnya. Rambut keriting gantungnya yang tergerai tampak indah dimainkan angin. Di antara ratusan murid SMA Teladan, hanya Rimanda yang mau berteman dengan Sandra, tanpa kehilangan teman-teman yang lain. Bisa dibilang, dia adalah sahabat Sandra. Selalu ada saat susah maupun senang. Selalu memeluk saat Sandra berderai air mata. Selalu menegarkan ketika Sandra berada pada titik keputusasaan.
Rimanda memang sangat cantik. Wajahnya imut dengan bibir mungil dan mata lebar. Meski tidak lebih tinggi dari Sandra, tubuhnya proposional. Ketika tersenyum, ada lesung yang menghiasi pipi kiri. Ia ceria dan pintar karena selalu menjadi juara kelas. Sungguh paket yang komplit. Wajar kalau banyak yang ingin berteman dekat dengan Rimanda. Sandra merasa beruntung gadis itu mau mengulurkan persahabatan di tengah ketidaksempurnaannya.
Kini, Rimanda berada tepat di hadapan Sandra.
“Jangan berjalan sendirian dengan penampilan seperti itu. Lebih baik kamu pakai ini,” ucapnya, seraya melepas jaket yang sedari tadi menutupi seragam putih abu-abunya dan memberikannya pada Sandra.
Sandra menerimanya dengan ragu.
“Terima kasih, Rim. Aku bingung tadi harus seperti apa. Jadi, aku kabur cepat-cepat,” balas Sandra.
Rimanda memutar bola mata. “Aku tadi mencarimu, tahu! Bahkan sampai mencari ke kelasmu. Eh, ternyata kamu sudah kabur duluan.”
“Maaf,” lirih Sandra sambil membalutkan jaket pemberian Rimanda. Semerbak wangi apel menyeruak. Rimanda memang sangat menyukai parfum beraroma buah.
“Mending jangan jalan, apalagi naik angkot. Cari tebengan saja,” usul Rimanda sambil tersenyum lebar.
“Kalau memberi tumpangan padamu, mungkin mereka mau. Tapi kalau aku? Lihat aku saja cowok-cowok pada kabur,” sungut Sandra.
“Cowok? Aku belum bilang lho kalau kita nebeng cowok. Tapi usulmu boleh juga. Kebetulan tadi aku melihat Edwin mau pulang. Kita bisa numpang mobilnya.”
Edwin? Mendengar nama itu, jantung Sandra berdesir seketika. Siapa yang tidak mengenal dan terpesona dengan pemuda itu? Ia sangat tampan dengan tubuh atletis. Sangat seksi. Edwin Damara, putra pemilik Damara Group yang bergerak dalam bidang usaha perhotelan dan resto. Bisa ditebak, Sandra sangat menyukainya, bahkan mencintainya.
Namun, akankah dia melirik itik buruk rupa? Apakah dia mau menerima uluran cinta seorang Sandra? Oh, ayolah, Sandra! Jangan berpikiran terlalu muluk. Namun, siapa yang bisa mencegah hadirnya perasaan yang telah tumbuh selama hampir tiga tahun ini? Bahkan Sandra tidak mampu membendung. Ia percaya, dalam dongeng, kisah Upik Abu berakhir bahagia dan menikah dengan sang pangeran.
Namun, Sandra memilih untuk memendam rasa ini dan hanya membaginya dengan Rimanda. Hanya dia yang bisa diandalkan, menjadi kunci peti berisi ribuan rahasia Sandra. Jika perasaan ini diketahui orang lain, pasti mereka akan menertawai dan meminta Sandra untuk segera terbangun agar tidak terus terbuai mimpi.
Lamunan Sandra buyar pada pekikan Rimanda. Saat ia tersadar, mobil putih Edwin telah berhenti di depannya.
“Ada apa?” tanya Edwin sesaat setelah membuka kaca pintu jok samping kemudi. Edwin tetap duduk tenang dengan dua tangan menggenggam kemudi.
“Nebeng dong, Win? Boleh, kan? Kasihan nih Sandra. Dikerjai anak-anak sampai badannya basah semua gitu,” pinta Rimanda. Ia menatap Sandra sejenak dan mengedipkan sebelah mata. Ah, Sandra tahu, ini pasti akal-akalan Rimanda.
Edwin tampak berpikir. “Gimana, ya? Sebenarnya aku disuruh pulang cepat karena ada bimbel. Tapi enggak apa deh. Rumah kalian sejalur, kan?” tanyanya.
“Iya. Tapi, nanti aku turun di depan toko buku. Kamu lanjut antar Sandra, ya?” pinta Rimanda lagi.
“Oke. Naik, deh!”
Sandra menelan ludah. Rimanda membuka pintu belakang dan mendorong tubuh Sandra agar segera masuk. Aroma lavender tercium dari dalam mobil Edwin. Sungguh menenangkan.
Perlahan Edwin melajukan mobil. Gantungan mungil berhiaskan boneka Doraemon ikut bergerak mengikuti irama jalanan. Sesekali Sandra mendapati lirikan mata Edwin dari kaca spion. Mungkinkah ia menatap Sandra? Ah, Sandra memang terlalu berlebihan. Bisa saja dia sedang menatap Rimanda. Secara, Rimanda itu cantik.
“Aku turun di toko buku depan itu, ya, Win?” tukas Rimanda, mengingatkan.
“Beres! Tapi, aku minta nomor HP kamu, ya, Rim?” pinta Edwin.
“Entar aja sama Sandra, ya, Win? Aku buru-buru soalnya!”
Mobil pun menepi. Rimanda bergegas turun dan tak lupa mengucapkan terima kasih. Mobil melaju lagi. Kali ini, bisa dipastikan wajah Sandra sangat pucat. Seumur hidup, tidak pernah bermimpi untuk berdua bahkan semobil dengan Edwin.
“Kamu kenapa, San? Sakit?” tanya Edwin sambil memandangku lewat kaca spion.
Sandra membulatkan mata, kaget dengan pertanyaan Edwin. Ingin menjawab, tapi lidahnya rasanya kelu. Akhirnya, ia hanya mengangguk, tak peduli Edwin melihat atau tidak.
“Besok pengumuman kelulusan. Aku ragu, bakal lulus apa enggak. Kalau kamu sama Rimanda sih enak. Otaknya lumayan encer. Enggak kaya aku,” ujar Edwin pesimis.
“Pasti kamu lulus kok, Win. Ngomong-ngomong, apa rencanamu setelah lulus?” Oh my God! Sandra tak menyangka, akhirnya berani melontarkan pertanyaan juga. Sama sekali tidak dihiasi kegugupan.
“Aku mau kuliah. Ambil business management seperti yang diinginkan orang tuaku. Kamu sama Rimanda gimana?” Edwin bertanya balik.
“Aku juga mau kuliah. Rencananya ambil jurusan tata busana. Kalau Rimanda, kayanya fiks mau daftar jurusan kedokteran pakai jalur mandiri di universitas negeri. Kami sama-sama enggak lolos PMDK kemarin,” cerita Sandra.
“Wah, semoga sukses buat kalian. Aku juga harus semangat nih!” Edwin tertawa.
Sandra tersenyum tipis. Sungguh bahagia rasanya.
“Rumah cat hijau itu, Win!” tunjuk Sandra.
Edwin menepikan mobil. Sandra keluar dan tak lupa mengucapkan terima kasih.
Edwin membalas dengan anggukan. Mobil pun melaju lagi.
Sandra terpaku, tak ingin masuk rumah dulu. Dipandangi bagian belakang mobil Edwin yang semakin menjauh. Debar di jantung semakin tak beraturan, mengiringi senyum bahagia yang mengembang. Dalam hati, Sandra berjanji. Setelah lulus nanti, ia akan kuliah sambil kerja. Sebagian dari penghasilannya nanti akan digunakan untuk perawatan kulit, terutama bekas jerawat yang sangat ia benci ini.
Sandra percaya, Itik buruk rupa bisa menjelma menjadi cantik, seperti Putri Odette ketika lepas dari kutukan dan dinikahi Pangeran Daniel.
Jangan lupa tinggalkan komentar, follow blog, dan G+, ya? Kalo info ini bermanfaat buat kamu. Nanti akan langsung saya follback buat yang komentar langsung. Bisa juga follow twitter @anis_sa_ae dan FP Anisa AE biar dapat update info tiap hari ^^v