Anisa AE – Sang Penggoda. Sandra telah rapi dengan kemben putih berhiaskan bordiran bunga dan manik yang berkilau, juga celana bahan hitam polos. Stiletto hitam membuat penampilannya sempurna. Rambut panjang Sandra yang berwarna hitam dibiarkan tergerai. Sapuan makeup tipis membuat wajahnya semakin menawan. Beginilah Sandra sekarang. Penampilannya tak ubahnya model internasional. Tinggi semampai, tubuh seksi, wajah yang cantik, dan kulit yang mulus terawat.
“Asih, Sandra berangkat dulu, ya? Jaga rumah baik-baik,” pamit Sandra pada asisten rumah tangganya.
“Iya, Non,” balas Asih. Sebenarnya, Asih ini masih sembilan belas tahun. Penampilannya begitu lugu, khas gadis desa. Sayang, himpitan ekonomi membuatnya putus sekolah dan mengharuskannya rela bekerja apa saja, termasuk bersih-bersih
di rumah orang.
di rumah orang.
Sandra pun berangkat. Mobil merah yang telah disiapkan Tante Nela siap dikendarainya. Ini adalah hari yang paling ditunggu Sandra. Acara reuni sekolah. Sandra tak sabar ingin melihat wajah pujaannya.
Kebetulan reuni diadakan di aula salah satu hotel yang berlokasi tak jauh dari rumah Sandra. Hanya memakan waktu lima belas menit, Sandra sudah sampai di tempat tujuan. Sandra pun turun dan memasuki hotel. Di aula, suasananya begitu riuh. Ruangannya telah didekorasi semenarik mungkin. Hidangan prasmanan telah tersedia di meja. Namun, Sandra tak berniat menyentuhnya. Matanya mengedar, mencari sosok yang sangat dirindukan dan sosok yang sangat dibencinya. Edwin dan Rimanda.
Namun, baik Edwin dan Rimanda tak ada di sana. Sandra sedikit kecewa. Namun, biarlah. Masih ada hari esok untuk menjalankan misi rahasianya. Misi yang hanya diketahui Sandra dan Tuhan.
Beberapa wanita dengan penampilan berkelas menghampiri Sandra. Mereka tampak menatap takjub.
“Kamu Sandra? Alessandra yang dulu jadi bahan bully-anitu, ‘kan?” sapa salah satu dari mereka. Sandra ingat, perempuan itu adalah Tania, salah satu orang yang dulu sering membullynya.
“Iya. Kamu Tania, bukan?” balas Sandra. Tania tersenyum, menampakkan giginya yang rapi. Ah, dulu gigi Tania sedikit maju. Namun, ia membehelnya.
“Aku sering lihat berita tentang kamu di internet, San. Wow! Kamu keren banget. Punya usaha besar di Prancis, jadi desainer terkenal. Kau tahu? Aku salah satu penggemarmu sekarang!” cerocos Tania.
“Terima kasih,” ucap Sandra, singkat.
“Kapan-kapan, ajak kami ke butikmu ya, San? Ajak ke Prancis juga boleh,” timpal teman Sandra yang lain. Kali ini yang bernama Desi.
“Boleh. Kalian boleh main ke butikku. Ng, sebenarnya bukan sepenuhnya butikku sih.
Tanteku adalah direktur utamanya.”
Tanteku adalah direktur utamanya.”
“Anela Hariwidjaja itu, ‘kan? Aku nggak nyangka lho kalau kamu keponakannya.” Kali ini Rasty, perempuan yang berambut bob pendek itu yang bicara.
Sandra tersenyum. Sebenarnya, ia bukanlah keponakan Tante Nela. Hanya anak temannya yang mengalami nasib malang. Namun, tak ada teman Sandra yang tahu. Mereka pikir, Sandra adalah gadis beruntung yang dimodali tantenya sehingga menjadi sukses dan cantik. Namun, itu tidak sepenuhnya benar. Selama di Prancis, Sandra benar-benar membagi waktu antara kuliah dan bekerja. Ia juga belajar dengan giat agar bisa lulus dengan nilai memuaskan. Tak hanya itu, perawatan tubuh juga dilakukan rutin agar kecantikan yang menjadi impiannya terwujud.
“Ngomong-ngomong, San. Kalau ada kerjaan di butikmu, kami mau lho. Ya, semenjak menikah, kami memang hanya menghabiskan waktu mengurus rumah tangga. Boring banget. Gimana?” pinta Tania.
Sandra memutar bola mata, ingin menertawakan temannya itu. Kebiasaan! Mendatangi orang dan berusaha sok akrab karena ada udang di balik batu. Jika teringat perlakuan mereka dulu, Sandra tak sudi memiliki relasi kerja sama dengan mereka. Tidak!
Sekali jahat, mereka tetap jahat. Lihat saja penampilan mereka. Terlalu mencolok untuk menghadiri sebuah acara reuni.
Sekali jahat, mereka tetap jahat. Lihat saja penampilan mereka. Terlalu mencolok untuk menghadiri sebuah acara reuni.
“Nanti aku lihat dulu, ya?” ucap Sandra, lalu segera berlalu dari situ.
Sandra bertekad. Jika dalam waktu sepuluh menit Edwin tidak datang, ia akan pulang. Percuma. Tidak ada yang diharapkan di sini kecuali Edwin seorang.
Namun, sepertinya harapan Sandra kali ini dijawab oleh yang Mahakuasa. Edwin datang dengan penampilan yang membuat Sandra terpesona. Ketampanannya terpampang, jauh lebih indah daripada di foto Instagram. Edwin sedikit lebih tinggi dari dulu.
Wajah dan tubuhnya tampak lebih tegas dengan bulu halus yang menghiasi dagu dan atas bibirnya. Pikiran liar Sandra melayang. Di balik setelah jas abu-abu yang dikenakan, tubuh Edwin begitu seksi dan berotot.
Wajah dan tubuhnya tampak lebih tegas dengan bulu halus yang menghiasi dagu dan atas bibirnya. Pikiran liar Sandra melayang. Di balik setelah jas abu-abu yang dikenakan, tubuh Edwin begitu seksi dan berotot.
Edwin menyalami temannya satu persatu. Sandra terpaku. Kini, Edwin berjalan makin mendekat ke arahnya. Raut wajahnya tampak bingung. Ah, Sandra baru sadar. Edwin datang sendiri. Di mana Rimanda?
“Excuse me,” sapa Edwin, tepat ketika berada di depan Sandra. “Apa kamu dulu seangkatan denganku waktu SMA? Tapi, kok kaya nggak pernah ketemu, ya?” ujar Edwin.
Sandra membelalakkan mata, sedikit tersinggung, sekaligus senang. Tersinggung karena Edwin tak mengenalinya. Siapa pula lelaki yang memandang Alessandra si muka kotor waktu SMA dulu? Yang ada, mereka menganggap Sandra sekadar penampakan.
Namun, Sandra senang, karena ini pertama kalinya Edwin menyapanya terlebih dahulu.
Namun, Sandra senang, karena ini pertama kalinya Edwin menyapanya terlebih dahulu.
“Ya ampun, kamu nggak kenal dia, Win?” celetuk seorang lelaki yang hanya menggunakan kaos Bali dan celana kempol pendek. Dia adalah Ray, lelaki yang terkenal nyentrik sejak SMA dulu. Ternyata, bakatnya itu masih dikembangkan hingga sekarang.
“Emang dia siapa sih?” tanya Edwin. Sandra hendak membuka mulut, tapi buru-buru disela oleh Ray.
“Dia Sandra. Sandra yang waktu sekolah kurus banget itu! Wajar kamu nggak ingat. Sekarang dia cantik banget gini,” puji Ray, membuat Sandra tersipu malu.
Edwin membelalakkan mata. “Astaga! Kamu Sandra yang sahabatnya Rimanda itu, ‘kan? Waktu nikahanku dulu kamu datang. Gila, kamu berubah banyak. Apa kabar?” Edwin langsung menjabat tangan Sandra.
“Sangat baik. Bagaimana kabarmu dan Rimanda?” tanya Sandra.
“Kabar kami sangat baik. Sayang sekali, Rimanda tidak bisa datang. Kalau dia tahu kamu pulang, pasti dia senang banget,” jawab Edwin.
Sandra tersenyum simpul. Lagi-lagi ia mendengar nama pengkhianat itu disebut.
“Kalau begitu, sepulang reuni nanti, boleh aku berkunjung ke rumahmu, Win?” pinta Sandra. Namun, permintaannya itu membuat Edwin tersedak oleh sirup yang hendak diminumnya.
“Kamu baik-baik saja?” tanya Sandra spontan. Jemarinya yang halus dan lentik mengusap sisa air yang berlepotan di sekitar mulut Edwin. Edwin ingin menolak, tapi tubuhnya terasa tegang dan kaku. Getaran aneh menelusup masuk di hatinya, apalagi
ketika melihat setiap inchi wajah Sandra.
ketika melihat setiap inchi wajah Sandra.
Ray berdehem. “Ingat istri di rumah, Win,” sindirnya.
“Ups, sorry,” ujar Sandra. “Refleks soalnya. Jadi, bagaimana, Win?” Sandra mengulangi pertanyaannya.
“Oh, boleh sih. Tapi, aku sedang nggak bawa mobil, San. Mobilku lagi di bengkel. Tadi saja aku berangkat ke sini naik grab.
Gimana?” ujar Edwin.
Gimana?” ujar Edwin.
“Nggak masalah. Aku bawa mobil kok. Bareng mobilku saja,” ucap Sandra.
“Jadi merepotkanmu nanti.” Edwin menggaruk kepalanya yang tidak gatal. “Kalau gitu, aku ke teman-teman yang lain, ya? Biar rata,” pamit Edwin.
“Silakan,” ucap Sandra.
Edwin pun berlalu, membuat Sandra menatap penuh pesona pada punggungnya. Di lihat dari mana pun, Edwin tetap terlihat tampan. Sandra mengkahayal, bisakah pangeran itu menjadi miliknya, sementara masih ada ratu yang menguasai hatinya? Siapa Sandra? Meski kini ia jauh lebih cantik, tetap saja posisinya adalah Upik Abu. Ah, salah! Sandra berubah. Dia siap menjadi nenek sihir yang akan menggulingkan kekuasaan ratu.
“Huh, gengsi Edwin tetap saja gede!” sungut Ray, seraya memandang Edwin dengan tatapan tak suka.
Sandra menatap Ray dengan penuh tanda tanya. “Memangnya kenapa, Ray?”
“Lho? Memangnya kamu belum tahu, San? Ah, kamu kelamaan di Prancis sih!”
Sandra menggeleng. “Kamu bikin aku penasaran deh. Memangnya kenapa sama Edwin?”
Ray mendekatkan wajahnya di telinga Sandra. “Edwin tuh udah jatuh miskin, San. Dia ketahuan memanipulasi uang hotel sehingga dipecat. Aku kasihan sama istrinya. Mana sekarang Rimanda kelihatan nggak terurus. Belum lagi anak mereka yang cacat.
Edwin tuh pengangguran sekarang. Hutangnya di mana-mana. Bahkan hutang sampai puluhan juta ke aku, nggak ada kabarnya sampai sekarang,” cerita Ray dengan nada kesal.
Edwin tuh pengangguran sekarang. Hutangnya di mana-mana. Bahkan hutang sampai puluhan juta ke aku, nggak ada kabarnya sampai sekarang,” cerita Ray dengan nada kesal.
“Lho? Bukannya orang tua Edwin tuh kaya?” sambung Sandra.
“Orang tua Edwin nggak punya apa-apa sekarang. Entahlah. Menurutku, semenjak nikah sama Rimanda, ada saja cobaan mereka. Eh, kok kita jadi bergosip sih?” Ray menepuk jidat, lalu tertawa.
Sandra terpaku. Cerita ini baru ia dengar sekarang. Namun, Sandra merasa, cobaan keluarga Edwin akan memuluskan langkahnya untuk membalas dendam. Laki-laki mana yang bisa bertahan dengan hidup penuh kemiskinan, apalagi yang sudah terbiasa hidup enak macam Edwin? Tak ada! Dengan limpahan materi yang ia miliki, Sandra yakin, ia bisa dengan mudah menjerat hati Edwin.
Tidak lama lagi, Sandra akan melihat jerit tangis Rimanda. Jerit tangis yang membuat Sandra tertawa penuh kemenangan.
Jangan lupa tinggalkan komentar, follow blog, dan G+, ya? Kalo info ini bermanfaat buat kamu. Nanti akan langsung saya follback buat yang komentar langsung. Bisa juga follow twitter @anis_sa_ae dan FP Anisa AE biar dapat update info tiap hari ^^v