Sasha berjalan hilir mudik di teras. Kursi rotan yang didudukinya terasa panas. Beberapa kali dia melihat handphone di atas meja, tak ada panggilan sama sekali dari Brama. Gadis itu duduk kembali, lalu memainkan handphone jadul dengan tangan kanannya.
Dia ingin sekali menghubungi Brama, menanyakan di mana lelaki itu kini berada. Padahal baru beberapa saat yang lalu, dia melihat mobil Brama mengikuti motor yang dinaikinya. Tiba-tiba saja mobil itu hilang, bahkan sampai Sasha sudah ganti baju dan membersihkan dapur, tidak ada tanda-tanda bahwa lelaki itu telah sampai di rumah.
Sasha menyandarkan punggungnya di sandaran kursi, lalu menarik napas panjang. Apakah siang ini dia akan makan siang sendiri? Baru saja dia memasak untuk makan siang mereka. Seperti inikah rasanya menunggu suami kembali dari bekerja? Padahal belum satu jam mereka bertemu, rasanya sudah rindu. Rindu? Langsung saja wajahnya memerah.
Gadis itu langsung berdiri saat dilihatnya mobil berwarna merah milik Brama. Cepat dia berjalan ke arah gerbang, lalu membuka pintunya. Jantungnya bertalu dengan kencang saat Brama telah memarkir mobilnya, lalu berjalan menuju rumah dengan menenteng bungkusan yang aroma harumnya bisa dicium Sasha.
“Masuk, yuk? Di luar dingin. Aku bawain makanan buat makan siang.” Brama langsung membuka pintu, mendahului Sasha.
buy elavil canada https://cpff.ca/wp-content/languages/new/canada/elavil.html no prescription
buy elavil canada https://cpff.ca/wp-content/languages/new/canada/elavil.html no prescription
Gadis itu mengangguk, lalu berjalan mengekor, mengikuti suaminya. Senyum tersungging di bibirnya saat menyadari bahwa suaminya cukup perhatian. Memang dia tadi sudah sempat memasak, tapi rasanya sayang jika harus menolak ajakan Brama untuk makan.
“Eh, sudah masak?” tanya Brama saat melihat makanan tersaji di meja makan.
“Iya, sambil nungguin kamu tadi,” jawab Sasha sambil mengambil piring. Menyiapkan alat makan di atas meja.
Brama menggaruk rambutnya yang tak gatal. Jika lelaki itu tahu bahwa Sasha akan memasak, dia tak akan membeli makanan di restoran langganannya.
“Ya Tuhan. Mahal banget.” Mata gadis itu mendelik saat melihat struk yang ada di dalam kresek, belum sempat dibuang oleh Brama.
“Rasanya sesuai sama harganya kok,” kata Brama membela diri.
“Tapi duit segini itu bisa buat kita makan seminggu. Emang berapa sih gaji guru? Sampai kamu menghamburkan uang seperti ini?” Sasha menggelengkan kepala sambil duduk di kursinya.
Minatnya untuk menikmati makanan yang dibawa Brama langsung menguap begitu saja. Perutnya yang tadi keroncongan langsung saja kenyang. Apalagi teringat jika mereka hanya akan hidup dari uang gaji Brama. Dia harus memutar otak agar sisa gaji itu cukup untuk dibuat satu bulan. Bahkan, mereka harus bisa menabung.
“Gak perlu heboh gitu juga kali, Sha. Kan bisa cari uang lagi.” Brama menjawab dengan santai sambil mengambil makanan di dalam kresek.
“Okey. Untuk kali ini boleh. Tapiii selanjutnya aku gak mau kalo kamu boros. Kita harus hemat untuk biaya hidup. Ingat yang dikatakan Mama, kan?” Sasha akhirnya mengalah. Mungkin kali ini dia tak akan berdebat.
“Okey, Sha. Apa kamu mau pegang kartu kredit saya?” tanya Brama.
“Kartu kredit? Lebih baik kamu tutup aja kartunya. Kartu debit ada, kan? Jangan kebanyakan utang ke bank. Kita manfaatin uang yang ada aja.”
Brama mengulum senyum, entah kenapa dia merasa bahagia saat Sasha mulai perhatian padanya. Apalagi tidak memakai aku dan kamu lagi, tapi kita. “Ada lagi?”
“Cukup. Sepertinya ini bisa dibuat sampai makan malam. Besok kita baru masak lagi. Di kulkas masih ada bahan makanan yang bisa dimasak buat besok pagi. Siangnya sepulang sekolah, aku belanja dulu ke pasar. Sekalian isi kulkas buat tiga hari. Daaan, kamu besok harus bangun pagi, bantuin aku masak.”
“Siap, Princess. Ada tambahan?”
“Hm, kalo kamu yang bangun duluan, kamu bangunin aku, ya?”
“Kenapa gak tidur bareng aja?” tanya Brama iseng dan mendapat delikan dari Sasha. Lelaki itu tersenyum lagi. Sasha saat marah maupun merajuk, tetap terlihat cantik. Apalagi saat tidak ada kepangan kuda dan kacamata tebal yang menghiasi matanya.
“Udah, habisin makannya!”
“Mau dong, disuapin seperti tadi.”
“Makan sendiri. Itu tangan buat apa?” kata Sasha tanpa menoleh ke arah suaminya. Entah sudah berwarna apa wajahnya. Pastinya, Brama sukses membuat wajahnya memerah.
buy amitriptyline canada https://cpff.ca/wp-content/languages/new/canada/amitriptyline.html no prescription
buy amitriptyline canada https://cpff.ca/wp-content/languages/new/canada/amitriptyline.html no prescription
Sudah beberapa waktu mereka bersama, masih ada rasa canggung, walau tak seperti dulu. Sasha tetap menjaga jarak dengan Brama, seolah seperti tak kenal. Brama pun tetap sama, walau tak dikelilingi oleh murid-murid lain, Sofia tetap menempel seperti perangko. Memang oleh lelaki itu tak ditanggapi, tapi tetap saja Sofia pantang menyerah.
Kini tak ada yang mereka lakukan, apalagi berbincang. Sasha kembali ke dalam kamarnya. Keluar hanya untuk makan. Dia masih grogi jika harus bercengkrama ataupun duduk berdua dengan lelaki itu. Sebenarnya, dia ingin memulai percakapan atau melakukan sesuatu agar tak sepi. Namun, lagi-lagi dia tak mampu.
Sementara Brama pun bingung bagaimana harus memulai percakapan. Beberapa kali hilir mudik antara dapur dan teras. Berharap tiba-tiba saja Sasha ke kamar mandi atau ke dapur untuk makan.
“Kak?” Akhirnya Sasha memberanikan diri menyapa suaminya sambil membawa buku paket Matematika dan alat tulis di tangannya.
buy grifulvin canada https://cpff.ca/wp-content/languages/new/canada/grifulvin.html no prescription
buy grifulvin canada https://cpff.ca/wp-content/languages/new/canada/grifulvin.html no prescription
“Ya?” Brama langsung menoleh melihat Sasha yang berjalan mendekat.
“Bisa ajarin Sasha soal yang ini? Bingung banget gak ngerti.” Sasha duduk di samping suaminya sambil meletakkan barang yang dibawanya.
Brama tersenyum lega. Akhirnya gadis itu keluar dari kamarnya juga. Lelaki itu pun bersiap membaca soal yang ditanyakan istrinya. Matanya langsung memicing saat menyadari bahwa itu soal yang mudah untuk Sasha. Gadis itu pasti bisa mengerjakan soal tersebut tanpa harus bertanya padanya.
Dipandanginya wajah Sasha yang menunduk. Lelaki itu menarik napas panjang, lalu menjelaskan soal yang ditanyakan oleh Sasha. Masa bodoh Sasha berbohong atau serius bertanya. Bukankah hal baik jika gadis itu mulai mendekatinya?
Wajah Sasha langsung mendongak saat melihat wajah suaminya yang terlihat serius. Dipandanginya terus wajah itu. Halal kan? Tidak berdosa, kan? Makhluk ciptaan Tuhan yang sangat tampan dan menarik perhatian banyak gadis, kini telah menarik hatinya. Memikat dengan segala pesona yang dimilikinya.
Brama menyadari bahwa Sasha memang tak serius bertanya, apalagi saat ditatap seperti itu oleh istrinya. Lelaki itu berusaha agar wajahnya tidak memerah dan fokus menjelaskan.
“Paham, Sha?” tanya Brama akhirnya.
Sasha tak menjawab, masih memperhatikan Brama yang berbicara.
“Apa aku setampan itu sehingga matamu tak berkedip menatapku?” tanya Brama sambil tersenyum menggoda.
Sasha gelagapan, entah seperti apa. Rasanya dia baru saja melayang melihat malaikat, lalu disadarkan bahwa itu hanya mimpi.
“Boleh kok kalo mau diliatin sampe pagi.”
“Ish apaan sih? Siapa yang ngeliatin? Jangan GR dong.” Sasha membuang muka.
“GR? Coba bilang lagi? Atau aku gelitikin kamu!”
“Enggak kok.” Sasha beranjak dari duduknya, akan berlari.
Dengan cepat Brama menarik tangan Sasha, sampai gadis itu terduduk di pangkuan suaminya. Tangan Sasha yang bebas telah memeluk leher Brama. Wajah mereka hanya berjarak beberapa centimeter. Bahkan Sasha bisa merasakan napas Brama yang hangat.
“Em, Kak. Aku mau balik ke kamar,” ucap Sasha dengan wajah Semerah tomat.
“Gini aja gak boleh, ya?” tanya Brama.
“Aku berat, Kak.”
“Enggak kok. Siapa bilang, aku bahkan bisa gendong kamu sendirian pas kamu pingsan.”
“Tapi aku malu.”
Brama tersenyum. “Ya udah kamu balik hadap sana aja. Tapi aku boleh kan pelukin kamu seperti ini?”
Sasha mengangguk malu-malu sambil membalikkan badannya. Apa yang terjadi, terjadilah. Masa bodoh dengan surat perjanjian pra nikah. Masa bodoh dengan cinta bertepuk sebelah tangan. Mereka sudah sah, kan?
Lanjutannya, silakan berimajinasi sendiri. Hehehe. Musim nikahan nih, pasti pada sibuk kondangan dan bantu-bantu di dapur yaaa. Buat yang nikah bulan ini, semoga samawa yaaa.
4 Comments. Leave new
lama sekali updatenya. ditunggu kelanjutannya .
Sudah dibukukan Kak, silahkan dibeli.
Assalamualaikum…
Kak kok cerita suami rahasia GK lanjut…
Kangen sama Sasha ni… 😊😊😊
Sekarang sudah dibukukan Kak.