Anisa AE – Assalamualaikum. Lagi nungguin Dik Sasha dan Mas Brama? Cerita kali ini buat kalian yang penasaran dengan cerita sebelumnya. Geregetan banget ya sama sikap Brama dan sikapnya Sasha cukup dapat acungan jempol. Hehehe.Cerita ini untuk para pembaca setia Suami Rahasia mulai dari pertama tayang. Bahkan pembaca yang mengikuti cerita saya lainnya. Makasih buat dukungannya. Love all. Mohon maaf saya pindah di web pribadi ya …. Ini pun setelah berpikir selama beberapa hari. Bisa langsung share linknya dan kasih komentar di bawah.
πΌπΌπΌπΌπΌ
πππππ
“Hari gini masih hoax? Bayar berapa buat bikin surat nikah kaya’ gitu?”
Brama langsung berdiri saat melihat salah satu dari wanita itu telah mengambil buku nikah milik Sasha. Tak menyangka bahwa si wanita akan senekat itu.
“Dengar ya, Mbak? Ini surat nikah asli. Dia memang istri saya dan asalkan si mbak tau, dia lebih cantik dan menarik berkali lipat dari kalian.” Brama mengambil buku nikah itu dengan cepat. Buku itu pun berpindah tangan. “Ayo, Sayang, kita pulang.”
Wajah dua wanita itu kecut mendapat ucapan pedas dari Brama, lalu mencibir dan pergi dari tempat itu. Sementara Brama dan Sasha pun langsung pergi. Sudah cukup menjadi tontonan gratis untuk beberapa menit tadi.
“Kamu gak apa-apa?” tanya Brama saat mereka berada di dalam mobil.
Sasha mengangguk, tak berkata sama sekali. Dia masih kaget saat Brama mengembalikan buku nikahnya dan menggandengnya keluar dari tempat itu menuju tempat parkir. Apalagi saat suaminya itu memanggil sayang. Sayang? Wajah Sasha langsung bersemu merah saat mengingat kata itu.
Melihat Sasha yang tak bersuara, Brama langsung mengemudikan mobil menuju rumah Atmaja. Tak ada keinginan sama sekali untuk menggoda istrinya, takut hal itu malah membuat Sasha marah.
Tak berapa lama, mobil sudah sampai di halaman rumah Atmaja. Namun, belum ada yang turun dari mobil walaupun mesin telah dimatikan.
“Kak. Boleh minta tolong?” Sasha bersuara pelan.
“Ya? Kamu mau minta apa?” Brama memandang Sasha dengan intens.
“Tolong jangan panggil Sasha dengan sebutan sayang,” ucap Sasha sambil memandang Brama.
Wajah Brama langsung kaku mendengar permintaan itu. Tadi dia refleks memanggil Sasha dengan sebutan tersebut. Selain berniat melindungi istrinya, juga agar dua wanita itu pergi. “Kenapa?”
“Jangan panggil sayang, jika ternyata Kak Brama belum bisa sayang sama Sasha. Toh Kak Brama ingin kita bercerai nanti. Jadi, jangan sampai Kak Brama nantinya membuat Sasha kehilangan.” Sasha menarik napas panjang.
“Hm, oke, Sha. Adalagi?” tanya Brama setelah terdiam beberapa saat.
“Jangan selalu tunjukin wajah baik kalo gak suka. Gak ada salahnya kok jujur sama diri sendiri dan orang lain. Kakak bukan malaikat yang harus selalu terlihat sempurna di depan orang lain.”
“Maksudnya gimana?” Brama bertanya memastikan.
“Sasha tadi liat Kak Brama gak suka dipegang-pegang gitu, tapi tetep aja senyum ke mereka. Memangnya Kak Brama gak bisa jujur, ya? Kalo gak suka, ngomong aja gak suka.”
Brama memandang Sasha dengan pandangan tak bisa diartikan. Seolah gadis itu bisa membaca apa yang ada di dalam hatinya. Membuat orang lain bahagia adalah hal yang selalu dia lakukan, walau nyatanya dia sendiri tak menginginkannya.
“Iya, Tuan Putri. Cepet masuk rumah sana, besok sekolah.”
Sasha mengangguk, lalu membuka pintu mobil. Tanpa berpamitan pada suaminya, dia langsung masuk ke rumah. Seharusnya dia tak langsung pergi, meminta sedikit pelukan pada suaminya tak apa, kan? Nyatanya dia terlalu takut untuk meminta itu. Takut hatinya masuk terlalu dalam dalam permainan itu, lalu tenggelam dan tak ada yang menolongnya.
Brama masih tersenyum saat mengingat bagaimana reaksi Sasha ketika ada wanita yang memegangnya. Apalagi wanita itu mengatakan bahwa dirinya adalah milik umum sebelum janur kuning melengkung. Memang tak ada janur kuning yang melengkung, tapi mereka telah sah di mata hukum dan agama sebagai suami istri.
Jika Brama tak mengajak istrinya untuk segera pulang, mungkin akan terjadi pertengkaran hebat antar wanita. Apalagi Sasha memang seperti menantang para wanita itu. Gaya bicaranya yang asal nyablak itu mengingatkannya pada saat pertama kali mereka bertemu.
Setelah dilihatnya sang istri masuk rumah, Brama langsung menghidupkan mesin mobil. Melaju meninggalkan rumah Atmaja.
πππππ
“Sha, hari ini praktik renang lho.” Diana, teman sebangku Sasha, langsung menyerbu gadis itu di pintu gerbang.
Sasha mengangguk lemah, bukannya tidak tahu jika akan ada praktik renang, tapi Sofia sudah berjanji padanya untuk memberikan nilai. Sayangnya Sasha lupa memberikan buku yang diminta oleh guru olahraga tersebut. Dia terlalu sibuk akhir-akhir ini, tugas sekolah semakin banyak dan waktu belajarnya bertambah.
“Kamu udah siap?” tanya Diana dengan pandangan tak percaya.
“Boro-boro siap, aku tuh takut sama air. Mataku sangat sensitif dan langsung perih kalo bersentuhan dengan air.” Sasha menjawab sambil terus berjalan ke kelasnya. “Masih nanti jam pelajaran keempat, kan?”
(adsbygoogle = window.adsbygoogle || []).push({});
Diana mengangguk sambil terus mengekor Sasha. Dia memang bukan sahabat dekat, tapi sudah jelas mengkhawatirkan gadis sebangkunya itu. Siapa pun tahu jika Sasha paling lemah dalam pelajaran olahraga.
Teman sekelasnya tak ada yang membenci Sasha, mereka sangat bergantung pada gadis itu. Apalagi saat ulangan tidak pernah pelit memberikan jawabannya untuk disalin secara sembunyi-sembunyi oleh teman-temannya. Jika ada tugas kelompok, mereka akan berlomba mencari perhatian Diana agar dipilih dalam satu kelompok.
Sasha tak pernah banyak bicara, Diana adalah orang yang selalu menjadi tangan kanan gadis itu. Sasha tak pernah menolak siapa yang akan masuk ke dalam kelompoknya jika Diana yang meminta. Walaupun namanya tugas kelompok, tapi Sasha mengerjakannya sendirian. Teman yang ikut dalam kelompoknya hanya ikut nama dan menyumbang untuk membeli bahan ataupun makan Sasha.
Soal makan, selain membawa bekal dari rumah, di laci Sasha selalu ada makanan yang diberikan secara bergilir oleh teman-teman sekelasnya. Tak jarang ada traktiran saat jam istirahat. Bagi Sasha, itu adalah simbiosis mutualisme. Uang saku dan iuran sekolah miliknya tetap utuh.
Tiga jam pelajaran sudah usai. Murid-murid kelas Sasha mulai menuju ruang ganti untuk berganti baju renang. Ini adalah waktu yang tepat untuk para gadis yang bertubuh seksi. Mereka memakai baju renang yang ketat dan menunjukkan lekuk tubuh yang indah. Berbeda dengan Sasha yang hanya mengganti seragamnya dengan kaus tanpa lengan dan celana pendek setengah paha. Menurutnya, tubuhnya sama sekali tak menarik, seperti triplek. Tak ada yang dibanggakan dari bentuk tubuhnya.
Setelah berganti pakaian, semua berkumpul di pinggir kolam renang untuk melakukan pemanasan. Sofia yang sudah memakai baju renang pun tidak menghiraukan Sasha sama sekali, dia sibuk dengan arahan pemanasan pada murid-murid yang lain. Sasha tidak bisa melakukan pemanasan dengan baik, dia terlalu takut jika mendapatkan nilai jelek.
Beberapa murid lelaki mulai menelan air liurnya saat melihat para bidadari memakai baju renang mulai menceburkan diri ke dalam air. Sofia meminta mereka berenang bebas terlebih dahulu selama sepuluh menit sebelum mulai praktik.
“Paaak. Main air yuuuk!”
Suara ramai mulai masuk dalam gendang telinga Sasha. Satu per satu temannya naik ke atas, kolam renang tak pernah sesepi ini pada sepuluh menit pertama. Sasha tahu siapa penyebab semua itu, suaminya.
“Pak, siapa nih dari kami yang paling seksi.” Lima gadis berdiri sambil bergaya memperlihatkan bentuk tubuh mereka.
“Kalian kan tadi Ibu suruh berenang buat pemanasan! Kenapa sekarang malah naik semua? Mau dapat nilai jelek?” Sofia menghardik murid-muridnya. Tubuhnya tak kalah bagus dengan para gadia itu, tapi siapa pun akan langsung tertarik melihat gadis cantik yang mengenakan pakaian renang. Termasuk lelaki di sampingnya.
“Ada apa, Bu? Kenapa meminta saya datang ke kolam renang?” tanya Brama sambil tersenyum saat murid-murid sudah masuk ke dalam kolam renang.
“Eh, anu, Mas. Mungkin Mas Brama ada waktu nanti sepulang sekolah? Kita bisa keluar beberapa jam mungkin?” Sofia mengajukan pertanyaan sambil memperlihatkan bagian tubuhnya yang seksi. “Pastinya akan menjadi hari yang tak terlupakan untuk kita,” lanjutnya sambil berbisik.
Brama bukannya tak tahu jika Sofia akan mengajaknya ke suatu tempat istimewa dalam beberapa jam. Itu adalah hal sering dilakukan oleh para wanita yang ingin mengajaknya bercinta. Tak terkecuali dengan Sofia yang kini terlihat menggodanya dengan memperlihatkan bentuk tubuh yang luar biasa seksinya di kolam renang.
Lelaki itu masih normal, dia hanya tersenyum menanggapi. Jelas dia meneguk air liur saat melihat tubuh seksi berkeliaran di sekelilingnya. Ingin meraih dan menikmati tiap jengkal tubuh mereka yang indah. Apalagi jika sampai ada yang menggodanya seperti ini dan akan memberikan hari yang tak bisa dilupakan nantinya.
Sasha mengerucutkan bibirnya tak suka. Suaminya melihat banyak gadis cantik dan digoda oleh guru seksi di depan matanya. Jelas hal itu membuat hatinya memanas walaupun dia hanya berendam di pinggir kolam renang sambil berpegangan pada besi di pinggiran. Benak gadis itu bertanya, apa Brama tidak melihat dirinya juga ada di kolam renang?
Apalagi saat Sasha melihat Brama tersenyum sambil memperhatikan Sofia, jelas hatinya memanas. Dia meyakinkan dirinya sendiri bahwa itu bukan cemburu. Dia hanya tak suka.
Pandangan mata Brama dan Sasha bertemu. Sasha langsung membuang muka, dia sungguh tak peduli dengan apa yang dilakukan oleh suaminya. Bukankan mereka bukan siapa-siapa saat di sekolah? Ah, mereka memang bukan siapa-siapa, bahkan pernikahan pun hanya di atas kertas. Bodohnya.
Sasha menenggalamkan seluruh tubuh sampai dengan kepalanya ke dalam air. Dia masih waras, tak mungkin berharap lebih pada lelaki yang jelas-jelas selalu menebar pesona di mana pun dia berada. Tebar pesona? Mungkin memang dia terlalu memesona, bahkan tanpa perlu mempromosikan diri dan menebar pesonanya.
Tiba-tiba betis kaki Sasha terasa sakit. Sasha reflek melepas pegangan tangannya pada besi, dia memegang betisnya. Tak lama, dia menyadari bahwa tubuhnya makin ke dasar kolam renang dengan kedalaman dua meter itu. Tubuhnya menegang menahan sakit karena kram di betisnya, dia tak bisa naik ke permukaan. Dia tak bisa bernapas, air sudah masuk memenuhi tenggorokannya.
πΌπΌπΌπΌπΌDag dig dug. Duh Dik Sashaaa, kalo mau berenang itu pemanasan yang bener, biar kakinya gak kram. πππDitunggu komentarnya yaaa. Langsung di kolom komentar aja. Kalo ada typo, langsung konfirmasi aja. π Part selanjutnya nunggu ada 20 komentar dulu, ya? Cepet kan? Yuk komentar biar part selanjutnya bisa tayang besok. Share juga linknya di sosial mediamu, ya. Ada di pojok atas sebelah kanan.
Salam sayang buat pembaca, Anisa AE. π₯°π₯°
Jangan lupa tinggalkan komentar, follow blog, dan G+, ya? Kalo info ini bermanfaat buat kamu. Nanti akan langsung saya follback buat yang komentar langsung. Bisa juga follow twitter @anis_sa_ae dan FP Anisa AE biar dapat update info tiap hari ^^v