Anisa AE – Tidak seperti biasa, kali ini sekolah heboh. Bahkan beberapa anak perempuan sudah berkumpul di lapangan basket maupun halaman yang lain. Para murid lelaki juga terlihat, namun hanya beberapa. Kebanyakan tak ingin tahu, apalagi tertarik.
Sasha yang kudet juga ikut berkumpul, walau sendirian dan hanya ditemani dengan buku di tangannya. Dia hanya ingin tahu ada kabar apa sehingga sekolah menjadi heboh. Sementara teman-temannya yang lain bahkan sudah tahu bahwa Brama akan mulai mengajar hari itu.
Saat sebuah mobil merah mulai memasuki tempat parkir, para murid perempuan mulai heboh dan maju ke depan. Sasha membetulkan kacamatanya, lalu melongok karena tak bisa melihat dengan jelas ada apa di depan sana.
Setelah terparkir dengan sempurna, Brama keluar perlahan dari dalam mobilnya. Seperti sebuah adegan slow motion, dia berjalan perlahan sambil membetulkan kemeja kotak-kotak yang menutupi kaus putihnya. Jam tangan berwarna putih melingkar dengan gagah di pergelangan tangannya. Wajah tampannya terlihat semakin tampan dan membuat para siswi di SMA Merdeka histeris.
“Ya ampun, bisa rajin datang ke sekolah nih kalo gurunya seganteng itu,” ucap seorang siswi yang berada di depan Sasha.
“Gak cuma rajin, nilaiku bakal bagus banget kalo diajar ma dia,” yang lain menimpali.
“Aku rela deh serahkan jiwa dan raga buat lelaki seganteng dia. Biar deh nikah muda.”
“Gila aja, aku juga mau kalo dapat suami seperti dia. Bakal aku kunciin di kamar, biar gak diambil sama kalian-kalian ini.”
Suara-suara dan tawa di depannya membuat Sasha menutup mulutnya dengan tangan kanan, tak menyangka bahwa lelaki sombong kemarin adalah guru barunya. Bahkan dia tak yakin bisa konsentrasi jika diajar oleh lelaki itu. Membayangkan bagaimana sombongnya lelaki itu kemarin, membuat Sasha tak meletakkan nama guru itu dalam daftar calon suaminya nanti. Tak akan, dia tak ingin mendapatkan suami yang sombongnya minta ampun.
Langkah tegap Brama melintasi ruang parkir dan halaman, menuju ruang guru. Tak dipedulikannya murid-murid yang histeris. Baginya, mereka sama sekali tak menarik. Anak-anak bau kencur yang sama sekali belum dewasa, berbeda dengan kumpulan teman-temannya yang bahkan sudah bisa dibilang dewasa.
Para siswa hanya menatap sambil mencibir. Jika saingan mereka adalah Pak Brama, jelas mereka sudah kalah. Selain tampan, guru mereka itu tajir. Terlihat dari pakaian dan mobil yang digunakannya. Sekolah swasta yang gurunya bisa mengenakan seragam suka-suka itu sangat menguntungkan Brama karena bisa dengan leluasa tebar pesona.
“Selamat pagi, Pak Brama,” ucap Sofia menyapa sambil mengulurkan tangan.
Brama hanya tersenyum, lalu menyambut uluran tangan tersebut. “Dengan Ibu?”
“Sofia, panggil saja Sofia.” Sofia menjawab sambil mengerlingkan sebelah mata.
“Ah, iya Sofia. Saya Brama.”
“Siapa yang tak tahu dengan Mas Brama? Bahkan seluruh sekolah tahu akan ada seorang guru baru dengan nama Bramasta yang tampannya luar biasa.”
Brama memamerkan deretan gigi putihnya saat menyadari bahwa guru di depannya itu berniat menggoda. Dengan tanpa basa-basi, Brama langsung mencium punggung tangan Sofia. Tak apa meladeni godaan itu, sekalian saja. Bukan hal yang aneh jika para wanita tertarik padanya. Diakui atau tidak, dia memang tampan. Hanya satu gadis yang tak tertarik dengannya dan melewatinya begitu saja, Sasha Atmaja.
“Sebentar lagi saya akan mengajar di kelas 11 IPA 1, tapi saya belum sempat keliling sekolah untuk melihat-lihat, sekalian adaptasi.”
“Jangan khawatir, saya akan menemani Mas Varrell keliling, nanti di jam istirahat. Sekalian akan saya kenalkan dengan murid-murid. Mungkin Mas Varrell bisa memperkenalkan diri dulu pada guru yang lain.” Sofia menawarkan diri dan mengakhiri pembicaraan mereka saat berpasang mata melihatnya tak suka. Walau sebenarnya jantungnya berdegup sangat kencang, apalagi saat bibir Brama menyentuh punggung tangannya.
Brama tersenyum, manis sekali. Tak menunggu lama, dia langsung memperkenalkan diri pada para guru di sana. Kedatangannya disambut dengan hangat dan antusias karena hanya dialah guru muda yang bisa menggantikan mengajar Matematika. Apalagi ditambah dengan sifatnya yang mudah bergaul dengan orang lain.
Selain Brama, Sofia juga guru muda yang belum menikah. Namun, sikapnya yang keras karena dia guru olahraga, membuat banyak guru yang tak suka padanya. Mau menegur pun tak bisa karena dia keras kepala. Padahal, Sofia adalah guru yang cantik walaupun tidak menggunakan make up.
“Oh iya, Sofia! Sasha Atmaja kelas berapa, ya?”
“Mas Brama nyari si Beasiswa? Kenal?” tanya Sofia menyelidiki.
“Siapa yang tak mengenal dia? Bukannya dia satu-satunya murid di sini yang mendapatkan beasiswa?” Alasan Brama tepat, seperti yang dia ketahui dari kepalas sekolah kemarin.
Sofia mengangguk membenarkan. Siapa yang tak kenal Sasha Atmaja, gadis berkepang dua dengan kacamata tebal dan membawa buku ke mana-mana. “Dia kelas 11 IPA 1.”
Brama tersenyum. Sepertinya di hari pertama mengajar ini akan menjadi semakin menarik karena Shasa ada di jam pertama pada bidang studi yang akan diajarkannya.
“Mas Brama tadi sudah sarapan?” tanya Sofia.
“Em, belum sempat. Mungkin nanti bisa ke kantin. Sekalian ditemani oleh guru secantik Sofia.” Brama melancarkan jurus merayu wanita. Sebenarnya dia sudah sarapan, tapi karena tak ingin menolak akhirnya dia pun berbohong. Brama adalah lelaki yang hobi merayu wanita.
Mendengar jawaban itu, pipi Sofia pun langsung memerah. Tak menyangka akan mendapatkan pujian dari lelaki seperti Brama. “Ah, terima kasih. Saya ada langganan mi ayam yang enak di sini. Nanti akan saya pesankan yang paling spesial untuk Mas Brama.”
Brama tersenyum lagi, lalu mengerlingkan satu matanya untuk Sofia.
Bel berbunyi, para murid memasuki kelas masing-masing, Brama pun bersiap mengajar. Setelah melihat denah sekolah, dia tahu bahwa kelas yang akan ditujunya berada di ujung lorong, melewati kelas-kelas yang lain.
Dia membawa buku paket Matematika, lalu berjalan ke arah kelas. Saat menyadari bahwa para siswi di dekat jendela melihatnya dari jendela kaca, Brama sengaja memperlambat langkahnya sambil sedikit memperbaiki kemeja. Para murid tak ada yang histeris seperti tadi karena sudah ada guru pelajaran pada masing-masing kelas. Mereka hanya berani melihat sambil menyenggolkan siku pada teman sebangku.
Tak melewatlan kesempatan, Brama langsung mengerlingkan sebelah matanya pada para siswi, berniat menggoda. Para siswi yang tadinya hanya saling menyenggol, kini berteriak histeris dengan manja, tak menyangka jika mendapat kerlingan guru baru yang sangat tampan. Guru yang mengajar merasa terganggu dengan teriakan para siswi di jendela, langsung melihat siapa dalang dari semuanya. Namun, guru itu pun berhenti dan ikut tersenyum saat mendapati senyuman ramah dari Brama.
Brama terus berjalan sampai di depan pintu kelas. Saat memasuki kelas 11 IPA 1, para murid sudah siap di belakang meja masing-masing. Senyum menghiasi wajah mereka, bahagia jika bisa melihat Brama ada di depan mereka secara dekat. Kecuali Sasha yang malah sibuk dengan buku di depannya. Dengan kecepatan kilat, Brama mengambil spidol di atas meja, lalu melemparnya, ujung spidol tepat mengenai kepala Sasha.
“Aduh. Bego banget sih. Siapa yang lemparin aku?” Sasha mendongak. Matanya bertemu dengan mata Brama yang menatap tajam.
Bersambung ….
Jangan lupa tinggalkan komentar, follow blog, dan G+, ya? Kalo info ini bermanfaat buat kamu. Nanti akan langsung saya follback buat yang komentar langsung. Bisa juga follow twitter @anis_sa_ae dan FP Anisa AE biar dapat update info tiap hari ^^v