Anisa AE – Sasha menarik napas panjang, tak pernah semendebarkan ini saat akan berangkat sekolah. Kali ini, dia tak perlu berangkat lebih pagi hanya untuk berganti dandanan dan pakaian. Ayahnya sudah tahu apa yang dilakukannya di sekolah, pastinya tak akan jantungan mendapati putrinya yang menjadi cupu.Dia melangkah keluar dari kamar dengan pelan, menuju ruang makan. Di sana sudah ada ayah dan ibu yang menunggunya untuk sarapan.
“Ya Tuhan, Sasha?” Widya kaget saat melihat putrinya mendekat.
Sasha menggaruk rambutnya yang tak gatal. Dia meringis, lalu memandang sang ayah yang tak sekaget ibunya.
“Jangan digaruk, rambutmu bisa rusak nanti. Duduklah.” Atmaja sama sekali tidak terganggu dengan penampilan Sasha. Sangat berbeda dengan ibunya.
“Sejak kapan kamu jadi seperti ini?” tanya Widya sambil mengambil sepotong roti, lalu mengoles dengan selai kacang.
“Sejak kelas satu, Bu.”
“Ya Tuhan. Sopir kenapa tidak pernah cerita? Bukannya tiap hari kamu diantar sekolah sama sopir?” Widya mulai menyuap roti ke dalam mulutnya.
“Aku selalu minta antar sampai terminal, ganti baju di kamar mandi, lalu jalan kaki ke sekolah. Baju gantinya aku titipin di loker sana,” jawab Sasha sambil mulai mengambil roti.
“Ayah sudah tau?” tanya Widya pada suaminya.
“Hm, sudah tahu sejak Sasha kelas satu.”
Sasha dan Widya sama-sama terkejut. Tak menyangka bahwa sang ayah bahkan telah mengetahui lebih lama. Apalagi tak ada cerita sama sekali tentang perubahan dandanan Sasha saat di sekolah.
“Menurut Ayah, ini adalah keputusan yang tepat. Sasha jadi tak mengikuti pergaulan bebas karena tak ada yang mau padanya. Lagipula di sana kumpulan para murid dari keluarga kaya yang suka hura-hura. Ayah tidak suka.” Atmaja memandang Widya dengan lembut. Tentu untuk menenangkan hati sang istri yang beranggapan bahwa putri mereka sudah sangat berbeda.
“Bagaimana Ayah bisa tau?”
“Pak Wisnu itu teman sekolah Ayah saat SMA. Dia kaget saat tau kamu mengajukan beasiswa, apalagi melihat penampilanku yang jauh berbeda dengan apa yang Ayah ceritakan padanya.”
“Jadi? Sasha diterima di sana bukan karena Ayah, kan?”
“Nggak dong, Sha. Itu karena usaha kamu selama ini. Bahkan pengakuanku langsung diacc oleh yayasan saat melihat hasil rapor dan ujian saat SMP dulu.”
Sasha tersenyum mendapatkan jawaban tersebut, lalu tangannya mengambil selai, mengoles roti di tangannya. Dia merasa tenang saat sang ayah mendukungnya. Tak ada yang lebih menyenangkan daripada hal itu. Apalagi saat melihat tak ada kemarahan di wajah ayahnya.
“Apa pun yang kamu lakukan, selama itu baik menurutmu, Ayah pasti dukung kamu,” kata Atmaja sambil mengerlingkan mata dan membuat gerakan menembak dengan jari telunjuk dan jempol.
“Akh! Sasha mau pingsan deh dapat Ayah yang baiknya luar biasa.” kata Sasha sambil memegang dadanya, seolah peluru menembus dadanya.
“Cepat makan, Ayah akan antar kamu ke terminal.”
“Makasih Ayah. The best deh!” Sasha mengacungkan jari jempolnya, lalu menyelesaikan suapan rotinya.
Widya hanya menggelengkan kepala saat melihat kedekatan ayah dan anak tersebut. Sasha memang seperti ayahnya, selalu ada hal yang membuatnya kaget. Untung Widya tidak memiliki penyakit jantung. Bisa-bisa dia mati berdiri saat ayah-anak itu lagi-lagi bertingkah.
💐💐💐💐
Sasha melihat jam tangannya lagi. Sudah beberapa menit mobil tidak berjalan, terjebak macet. Padahal sekolahnya masih jauh.
“Sasha naik ojol aja, ya? Bentar lagi masuk.”
Atmaja mengangguk saat mengetahui tinggal beberapa menit lagi gerbang sekolah ditutup. Dia tak mungkin menjalankan mobil, mau mundur pun tak bisa.
Setelah mendapat persetujuan ayahnya, Sasha langsung memesan ojek online lewat aplikasi. Tak lama, bang ojek sudah tiba, gadis itu pun melesat meninggalkan mobil, setelah sebelumnya mencium pipi sang ayah.
Ojek sampai di gerbang sekolah tepat saat akan ditutup. Sasha pun berlari-lari kecil masuk ke sekolah dengan napas terengah. Untung saja dia tidak telat.
Hari ini tak ada pelajaran matematika, hal itu membuat Sasha bisa menarik napas lega karena tidak bertemu dengan Brama. Setidaknya tidak akan ada perang dunia dengan lelaki itu. Dia tak tahu harus berkata apa jika berhadapan dengan calon suaminya.
💐💐💐💐
Bel istirahat berbunyi, Sasha berjalan pelan ke arah perpustakaan dengan membawa novel. Dilihatnya mobil Brama terparkir dengan angkuh di tempat parkir khusus guru. Warnanya yang merah menyala membuat mobil itu mudah dikenali. Namun, Sasha tak melihat Brama ada di sekitar mobilnya, mungkin belum keluar kelas.
Perpustakaan yang dimasuki Sasha terlihat ramai, tidak seperti biasanya. Bahkan tak ada satu tempat duduk pun yang tersedia untuknya. Sasha membetulkan letak kacamatanya, lalu menuju petugas perpustakaan untuk mengembalikan novel.
“Hari ini jangan lama-lama milihnya. Banyak anak jurusan Bahasa yang harus ngerjain tugas. Setelah dapat bukunya, langsung bawa ke sini, baca aja di kelas,” ujar petugas.
“Iya, Pak.” Sasha mengangguk, lalu pergi memilih buku yang akan dibawa pulang nanti.
Sasha kesulitan saat akan memilih novel kesukaannya, banyak siswa-siswi yang bergerombol sambil memilih-milih buku. Entah apa yang akan dipilih oleh mereka, Sasha tak peduli, dia terus berjalan sampai pada buku motivasi. Dibacanya blurb yang ada di belakang tiap buku, satu per satu. Mencari buku yang cocok untuknya. Tanpa disadarinya bahwa murid-murid sudah mulai meninggalkan perpustakaan. Dia juga lupa pesan penjaga perpustakaan tadi.
Sasha tersadar saat mendengar bel masuk kelas berbunyi. Dia langsung menuju rak novel, mengambil asal, lalu membawanya ke meja petugas. Di sana sudah ada beberapa anak yang juga mengantri untuk dicatat.
“Kan saya sudah bilang agar cepat memilih buku,” kata petugas saat mencatat buku yang akan dipinjak Sasha.
“Iya, Pak. Maaf.” Sasha melihat buku yang dicatat dengan cemas.
“Sudah telat sepuluh menit.” Petugas memberikan buku pada Sasha.
Tanpa menunggu lama, Sasha berlari keluar perpustakaan, menuju kelasnya. Lapangan sudah sepi, hanya ada beberapa anak yang berkumpul di bawah pohon sambil diskusi.
“Kamu keluar! Kamu pikir ini sekolah milik ayahmu? Kamu dihukum tidak boleh ikut satu jam pelajaran!” ujar guru agama saat melihat Sasha memasuki kelas.
“Eh, tapi, Pak?”
“Kamu gak liat kalo sekarang sedang ulangan?”
Sasha menunduk, merasa bersalah, tapi tetap melangkah keluar kelas juga, tujuannya adalah kantin sekolah. Dia melirik ke arah teman-temannya yang kecewa karena Sasha tidak diperbolehkan masuk. Mereka biasanya meminta jawaban ulangan milik Sasha. Namun, jika Sasha hanya punya satu jam pelajaran, dia tak akan bisa memberi contekan pada teman-temannya.
Langkahnya terhenti saat melihat Brama keluar dari ruang guru. Dengan perasaan tak menentu, Sasha tetap berjalan, mengabaikan Brama. Brama pun tak memandang Sasha sama sekali, dia berjalan menuju kelas XII.
Sasha menahan napasnya saat Brama melewatinya. Tak ada sapaan sama sekali, melirik pun tidak. Hening. Bahkan Sasha merasa bisa mendengar detak jantungnya sendiri. Ingin rasanya dia pindah sekolah saat itu juga, pergi menjauh dari sosok Brama yang dirasa mengintainya.
Gadis itu hanya takut jika tiba-tiba saja Brama mengatakan pada seluruh sekolah tentang siapa sebenarnya dan seperti apa sosok Sasha. Selain kepala sekolah, tak ada yang tahu siapa Sasha. Dia hanya merasa sudah nyaman dengan kehidupan saat ini, tak ingin ada yang berubah. Namun, semuanya akan berakhir jika sampai Brama membocorkan semuanya.
💐💐💐💐
Assalamualaikum.
Alhamdulillah sudah sampai part ini. Gak nyangka banget dengan antusias para pembaca hingga mengantarkan ‘Suami Rahasia’ yang baru beberapa part ini melesat. Oh iya, bisa follow akun Instagram saya juga lho @anisa.ae. DM saja kalau mau difolback.
Insyaallah cerita ini bakal update terus jika pembaca banyak yang suka. Tunjukin rasa suka pada cerita ini dengan memberikan komentar ya ….
Jangan lupa tinggalkan komentar, follow blog, dan G+, ya? Kalo info ini bermanfaat buat kamu. Nanti akan langsung saya follback buat yang komentar langsung. Bisa juga follow twitter @anis_sa_ae dan FP Anisa AE biar dapat update info tiap hari ^^v