Kali ini kita membahas tentang unsur-unsur sebuah cerita rekaan. Banyak aspek yang menjadikan unsur-unsur ini patut dipertimbangkan, bahkan wajib masuk di dalam cerita rekaan yang nantinya akan dibuat. Ada unsur intrinsik dan ektrinsik.
Apa saja unsur-unsur intrinsik yang membangun cerita rekaan tersebut?
- Tokoh
Tokoh adalah pelaku yang membuat sebuah cerita rekaan terasa hidup karena menceritakan tentang si tokoh ini. Posisi tokoh di sini sangat strategis karena digunakan untuk menyampaikan pesan atau amanat kepada pembaca.
Salah satu contoh bagaimana menggambarkan tentang sosok tokoh dalam sebuah cerita.
Bukan rahasia lagi jika tak ada yang mendekati Nisa karena wajahnya terlihat menyeramkan. Ada bekas jahitan memanjang di tulang pipinya, sampai hidung. Mungkin benar kata orang jika dari mata turun ke hati. Nyatanya sampai saat ini pun belum ada yang mau mempekerjakan Nisa di toko untuk melayani pembeli. Gadis itu hanya bekerja membantu masak atau mencuci piring di hajatan orang.(Istri Kedua Gus Part 1)
- Latar
Banyak yang menganggap bahwa latar itu tidak penting, tapi ini adalah unsur penting dalam sebuah cerita. Latar atau yang biasa kita kenal sebagai setting tempat ini menggambarkan di mana cerita tersebut terjadi. Biasanya untuk sebuah latar, penulis cerita rekaan bahkan mengunjungi tempat tertentu agar bisa menuliskan latar dengan baik.
Saya menyukai sebuah cerita rekaan dengan latar yang seolah-olah mengajak kita untuk ke sana dan belajar membuat bagaimana cerita tersebut seakan hidup. Memang terlihat mudah, tapi karena dianggap mudah itu, jadi terasa sulit.
Salah satu contoh penulisan latar yang saya tulis dalam Istri Kedua Gus.
Baca juga: Hubungan Tiga Konsep dalam Cerita Rekaan
Tempat duduk dan meja dari kayu yang mereka duduki menjadi saksi bahwa kehidupan yang mereka jalani teramat sulit. Apalagi ditambah dengan langit-langit yang masih berupa genteng dengan beberapa kayu di bawahnya.
- Plot
Plot atau yang lebih kita kenal dengan alur cerita. Banyak alur cerita yang bisa dipilih untuk menyajikan sebuah cerita rekaan. Ada alur maju, alur maju mundur, alur mundur, atau alur gabungan dari ketiganya. Alur cerita ini menyajikan peristiwa tidak hanya waktu dan temporalnya saja, tapi juga sebagai pola majemuk yang memiliki hubungan sebab akibat.
- Sudut Pandang (POV)
Sudut pandang atau pusat cerita di mana pengarang berada. Misalnya saja pada POV 1 dengan sudut pandang aku/saya. Di sini seolah-olah yang merasakan adalah penulis, POV ini sangat disukai pembaca karena mereka akan terbawa masuk di dalam perasaan yang dibangun oleh penulis tersebut. Sayangnya banyak yang harus dihindari karena sudut pandang ini terbatas. Keterbatasan dalam sudut pandang ini karena tokoh ‘aku’ hanya bisa menuliskan apa yang dia lihat dan rasakan. Tidak bisa melihat apa yang dilihat dan dirasakan oleh orang lain.
Selanjutnya adalah POV 2. Pov kedua jarang sekali dijumpai karena menceritakan sebuah cerita dengan sudut pandang aku, tapi menceritakan orang lain. Si aku bukan tokoh utama di dalam cerita ini,tapi dia ada dan bercerita bagaimana tokoh utama tersebut ada. Jika POV 1 mudah dimengerti, POV 2 membuat pembaca menebak siapa sebenarnya si aku tersebut.
Akan saya beri contoh salah satu karya saya dengan POV 2.
Dia, Wanitaku
Masih terlalu pagi saat si kecil mulai merengek minta asi. Bukan, bukan terlalu pagi, namun memang hampir tiap malam mulutnya tak lepas dari puting. Bahkan dengan sedikit gerakan di atas kasur, sekadar pergi untuk ke kamar mandi saja bisa membuat dia bangun dan membangunkan seisi rumah dengan tangisnya.
“Diemin tuh anakmu. Aku bisa kalah nih gara-gara gak konsentrasi!” kata sang ayah tanpa melepaskan pandangannya dari layar handphone.
Wanita itu tampak lelah, bahkan terlihat wajahnya yang memelas seolah minta dikasihani. Namun, aku tahu. Tak ada belas kasihan yang akan diterima sang wanita selain caci maki.
“Aku mau ke kamar mandi bentar,” ucap wanita itu pelan.
“Ck! Anj*ng kau! Cepetan!” Lelaki yang sedari tadi melihat layar handphonenya terlihat marah. Dia meletakkan handphone dengan asal, lalu menggendong bayi kecil yang baru beberapa bulan menghirup udara segar.
Wanita itu mulai beringsut pergi, segera ke kamar mandi untuk menyelesaikan panggilan alam yang ditahannya dari tadi. Entah berapa kali dia berucap pelan seolah memberi tahu bahwa dirinya ingin buang air kecil. Aku mendengarnya, entah dengan lelaki yang kini sibuk menggendong bayi sambil melirik ke arah handphone.
Kini dapat kudengar dengan jelas bagaimana suara-suara yang keluar dari handphone itu. Suara tak asing selama beberapa bulan ini dan wanita itu sering menyebutnya dengan Mobile Legend.
Tak berapa lama, wanita itu kembali dengan wajah yang lebih segar. Sepertinya dia pun baru membasuh wajah. Tak hanya wajah, tapi juga kedua tangan sampai siku, sebagian rambut, juga kakinya.
“Aku mau sholat dulu.”
“Gobl*k! Bisa ngurus anak gak sih? Aku bisa AFK kalo kelamaan gak balik lagi ke game!”
“Sholatku lebih penting dari gamemu.”
“Kulempar kau ke Kali Metro! Biar mampus sekalian!”
Wanita itu tak peduli. Dia terus berlalu menuju lemari, mengambil mukena, lalu berdiri di sampingku. Ah, mana berani lelaki itu melempar istrinya ke kali? Mau minta duit ke siapa nanti? Bahkan aku tahu bagaimana lelaki itu sering diam-diam berjalan pelan ke arah lemari, mengambil beberapa lembar uang dari dompet sang wanita yang entah akan digunakan untuk apa.
Kupandangi wajahnya yang ayu. Wanita bodoh. Aku sering melihatnya mengelus dada saat tahu uang di dompetnya berkurang. Sepertinya dia sadar bahwa lelaki itu yang mengambilnya. Seharusnya dia bisa mendapatkan suami yang lebih baik dari lelaki itu. Tak perlu susah payah membawaku ke mana-mana, bahkan sampai di samping pembaringannya.
Dapat kulihat dengan jelas saat mulutnya komat-kamit melafalkan takbir, lalu beberapa surah. Wanita yang entah bagaimana bisa mempunyai kesabaran yang luar biasa. Tak pernah sedikit pun keluh kesah keluar dari bibir mungilnya.
Keluarga bahagia, itu yang selalu kudengar saat para tetangga dan teman-temannya mulai memperbincangkan dirinya. Aku pun tersenyum bangga, ternyata wanita itu bisa menyimpan semuanya dengan sempurna. Padahal tak hanya sekali kulihat air mata yang mengalir di pipinya. Bahkan pipinya yang halus dan berisi terlihat mulai banyak jerawat dan tirus. Belum lagi uban yang muncul pada rambutnya. Wanita yang masih kepala dua itu sudah mempunyai uban tak terhitung.
“Kamu tau? Hanya kamu yang menemaniku dan tetap setia sampai saat ini,” katanya pelan saat air matanya tumpah.
Kini dia sudah duduk di depanku dengan bayi yang berada di gendongannya. Air matanya semakin deras saat dia mulai mengelus lembut tubuhku, lalu menggerakkan sepuluh jarinya di atas tubuhku. Memencet deretan huruf dan angka yang berjejer rapi di sana. Ingin rasanya kukatakan jika aku akan terus menemaninya, sampai tak bisa hidup lagi. Namun, dia sama sekali tak bisa mendengar.
“Alhamdulillah, saat ini ada job baru untuk kita. Kamu semangat, ya? Jangan sampai sakit. Kita berjuang sama-sama untuk dia,” katanya pelan padaku sambil tersenyum, lalu melihat ke arah bayi yang masih saja tak melepaskan bibirnya dari puting sang ibu.
“Sayang, sabar, ya? Nanti Bunda akan makan yang banyak agar asinya lancar. Tak mungkin kita mengandalkan lelaki itu.” Kali ini wanita itu berucap pada sang bayi, lalu mencium keningnya lembut.
22 Januari 2020
#AnisaAE
Menerka siapa itu aku dalam cerita ‘Dia, Wanitaku’? Dalam cerita itu, aku adalah laptop yang menceritakan bagaimana temannya (si wanita yang juga ibu) selalu mendapat perlakuan kasar dari suaminya yang suka bermain Mobile Legend.
Selanjutnya tentang POV 3. Sudut pandang ini jelas disukai karena bisa dibilang adalah POV Tuhan. Penulis cerita rekaan bisa menulis semuanya, termasuk dengan batin dan apa yang dirasakan oleh tokoh antagonis. POV ini yang saya gunakan untuk membuat cerita rekaan Istri Kedua Gus dan Suami Rahasia.
- Tema
Tema adalah gagasan atau dasar cerita. Tema di dalam cerita rekaan biasanya alasan atau motif tokoh melakukan hal tersebut. Tema di sini berbeda dengan topik. Topik sendiri adalah pokok pembicaraan.
Baca juga: Menganalisis Unsur Pembangun Puisi dan Cerpen
- Gaya bahasa
Gaya bahasa adalah bagaimana cara seorang penulis cerita rekaan menuliskan cerita tersebut. Dalam sebuah cerita, antara gaya bahasa pengarang satu dengan yang lainnya jelas berbeda. Misalnya seperti gaya penulisan Asma Nadia dan Tere Liye. Walau sama-sama penulis, gaya mereka jelas berbeda. Hal ini bisa dikenali oleh pembaca yang sudah sering membaca karya mereka.
- Judul
Dalam sebuah cerita rekaan, yang pertama kali dibaca adalah judul, bukan isinya. Judul biasanya menggambarkan isi dalam cerita rekaan tersebut. Sangat mungkin jika judul mengacu pada tokoh, konflik, cerita, dan lain sebagainya.
Jika di dalam novel Istri Kedua Gus dan Suami Rahasia mengacu pada tokoh dan bagaimana konflik di dalamnya.
Unsur selanjutnya adalah unsur ekstrinsik. Unsur-unsur tersebut adalah unsur yang berada di luar cerita rekaan. Misalnya saja adalah biografi penulis, bagaimana situasi dan kondisi penulis saat menuliskan cerita rekaan tersebut, aliran sastra apa yang dimiliki oleh penulis, bahkan sampai pada bagaimana situasi dan kondisi, serta nilai-nilai yang ada di masyarakat saat penulis menuliskan hal tersebut.
1 Comment. Leave new
POV 2 jarang ya, mbak. Seru tapi. Jadi nostalgia masa-masa ngeblog fiksi.